Suara.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai jika Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi soal permohonan gugatan Pilkada Serentak 2015 maka tidak menutup kemungkinan 147 permohonan gugatan sengketa Pilkada yang telah masuk tidak akan ditindaklanjuti MK.
"Kalau MK hanya melihat itu, tidak akan lebih dari 23 permohonan yang diperiksa, dan itu kan artinya tidak sampai 20 persen dari 147 permohonan yang masuk," kata Fadli di kantor Perludem, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (3/1/2016).
Menurutnya, MK harusnya lebih bisa mempertimbangkan permohonan gugatan yang telah masuk. Dia mengatakan seharusnya MK juga memberdayakan seluruh panitera untuk memeriksa gugatan yang diajukan pemohon apakah layak diujikan atau tidak.
"Kalau tidak layak silahkan dikembalikan ke pemohon dan dinyatakan bahwa permohonan itu tidak layak untuk diperiksa. Tapi jangan hak orang untuk mendaftar dan menguji proses yang diterbitkan oleh KPU itu dibatasi dari awal. Dan ketentuan di UU 8 menurut kami yang membatasi itu," kata Fadli.
Dia menambahkan jika MK seharusnya bisa membenahi proses pengajuan permohonan gugatan sengketa Pilkada, agar tidak menjadi preseden buruk bagi masa depan Pilkada di Indonesia. Perludem, kata Fadli mencatat ada temuan kecurangan di beberapa daerah di Papua yang menggunakan mekanisme noken.
"Dan hal ini seharusnya harus diperiksa dan diuji oleh MK. Karena itu menurut kami tidak boleh hanya karena selisih suara saja tidak diterima. MK harus melihat lebih dalam secara keseluruhan, pilkada 2015 harus jadi cerminan untuk Pilkada ke depan," kata Fadli.