Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat masih banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum diselesaikan dengan baik oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Jumlahnya mencapai 62 pengaduan publik atas kasus pelanggaran hak sipil dan berpolitik. Termasuk kasus kebebasan berkeyakinan.
"Sepanjang tahun 2015, KontraS menerima 62 pengaduan publik atas kasus-kasus yang memiliki dimensi pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Utamanya di isu fundamental seperti hak atas hidup, jaminan perlindungan kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan, pembunuhan kilat tanpa proses hukum, penangkapan dan penahanan sewenang-sewenang," kata Koordinator KontraS Haris Azhar di kantornya, Sabtu (26/12/2015).
KontraS, kata Haris, juga mencatat tidak kurang vonis hukuman mati dilayangkan kepada 44 kasus yang didominasi tindak pidana narkotika.
"Berbagai aturan hukum dan pernyataan-pernyataan pejabat negara yang anti HAM juga menguat di tahun ini," kata Haris.
Dikatakan Haris, pihaknya juga menyoroti 96 kasus intoleran dan pembatasan kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan. Kasus pelanggaran tersebut terjadi di Jawa Barat, Jakarta, Banten dan Aceh. Tak hanya itu, KontraS juga mencatat banyak puluhan penggiat HAM dan anti korupsi menjadi korban kriminalisasi.
"Sementara itu, terdapat 24 pembela HAM, pekerja lingkungan dan masyarakat Adat yang dikriminalkan, di luar 49 aktivis anti korupsi juga dikriminalkan," katanya.
Dalam kasus hak atas tanah, kata Haris, KontraS juga mencatat sebanyak 40 peristiwa yang cenderung masuk dalam unsur pelanggaran HAM.
"Kasus-kasus tersebut juga tidak terjadi atau muncul sendiri di tahun 2015, jamaknya ada kecenderungan kasus-kasus muncul sebagai rangkaian kasus yang telah terjadi beberapa tahun sebelumnya," kata Haris.