Suara.com - Tiongkok akan menyetujui undang-undang anti teror terbaru mereka yang kontroversial pada Minggu (27/12/20150. Pernyataan ini dikeluarkan Parlemen Tiongkok yang bertugas untuk menyetujui kebijakan pada Jumat (25/12/2015).
Kemunculan UU Anti Teror ini mendapatkan kritik dari Amerika Serikat perihal ketentuannya yang membatasi dunia maya dan diduga berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Rancangan undang-undang yang dapat mewajibkan perusahaan-perusahaan teknologi untuk memasang sebuah "pintu belakang" dalam produk-produknya atau menyerahkan informasi penting seperti kunci enkripsi kepada pemerintah. Rancangan ini mendapat kritik keras oleh beberapa kelompok bisnis negara-negara Barat.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah mengatakan bahwa dia menyampaikan kekhawatirannya terkait undang-undang secara langsung kepada Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Dalam sebuah pernyataan singkat, Kongres Rakyat Nasional Tiongkok mengatakan akan mengadakan konferensi pers pada Minggu (27/12/2015) untuk membicarakan undang-undang tersebut, mengikuti sesi akhir pembuatan undang-undang dari parlemen.
Parlemen tidak menantang atau menghadang legislasi yang diajukan oleh Partai Komunis yang berkuasa, yang artinya undang-undang tersebut dipastikan akan disetujui.
Minggu ini, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan mereka telah mengutarakan kekhawatiran yang serius terkait undang-undang yang mereka sebut akan memberikan dampak negatif yang lebih banyak daripada dampak positif dalam melawan ancaman terorisme.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyangkal pernyataan tersebut, dengan mengatakan bahwa perusahaan teknologi tidak perlu takut dan Amerika Serikat tidak memiliki hak untuk ikut campur.
Pada Kamis (24/12/2015), Kedutaan Amerika Serikat mengambil langkah yang tidak biasanya terkait peringatan keamanan Natal bagi para warga Barat di Sanlitun, sebuah wilayah diplomatik dan hiburan yang populer di Beijing.
Kepolisian Tiongkok meningkatkan patroli di sekitarnya, meskipun tidak ada ancaman spesifik yang dilaporkan.
Kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua dalam sebuah komentar berbahasa inggris, mengatakan Amerika Serikat sebaiknya berhenti berkomentar terhadap undang-undang tersebut dan lebih baik membantu Beijing memerangi terorisme.
"Yang menjadi korban dari terorisme dan ektremisme selalu warga yang tidak bersalah. dan itulah mengapa pemerintah Tiongkok melakukan langkah konkrit untuk melindungi warga negaranya, termasuk warga Amerika biasa yang menikmati Natal di wilayah Sanlitun, Beijing," ujarnya.
Para pejabat di Washington telah menentang undang-undang tersebut, digabungkan dengan rancangan peraturan perbankan dan asuransi yang baru serta banyaknya investigasi anti kepercayaan, memberikan tekanan regulasi yang tidak adil terhadap para perusahaan asing.
Undang-undang keamanan nasional Tiongkok yang diberlakukan pada Juli mewajibkan seluruh jaringan infrastruktur kunci dan sistem informasi untuk dapat diamankan dan dikendalikan.
Amerika Serikat juga telah mengatakan undang-undang tersebut akan mengekang kebebasan berekspresi dan berasosiasi.
Para pejabat Tiongkok mengatakan negara mereka menghadapi peningkatan ancaman dari para militan dan kelompok separatis, terutama di bagian barat negara mereka, Xinjiang, tempat ratusan orang telah tewas dalam kekerasan yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Kelompok hak asasi meragukan adanya kelompok militan di Xinjiang dan mengatakan kekacauan yang ada sebagian besar dikarenakan adanya kemarahan dari penduduk Uighur setempat karena agama dan kebudayaan mereka dikekang oleh pemerintah.
(Antara)