Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy kekeuh mendorong revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Bahkan, dia memberi deadline kepada pemerintah untuk menerima usulan tersebut.
"Kami menunggu paling lambat Februari menerima usulan revisi UU PIlada dari pemerintah. paling tidak ada beberapa isu penting yang menurut kami perkembangan di Komisi II harus dilakukan perubahan," kata Lukman Edy di DPR, Rabu (23/11/2015).
Lukman Edy mengatakan belajar dari hasil pilkada serentak 9 Desember 2015, dibutuhkan lima poin perubahan UU.
Pertama, kata Lukman, soal efisiensi anggaran. Pemerintah harus memasukkan standar pembiayaan pilkada.
"Tidak cukup Permendagri, tapi harus ada perintah UU. Karena kalau tidak dibuat standar, ini akan jadi pasar bebas di KPUD. Ada yang (anggarannya besar), ada yang biasa, itu tidak memenuhi prinsip efisiensi dalam pilkada serentak," kata politisi PKB.
Kedua, soal partisipasi pemilih yang sekarang banyak di bawah 50 persen. Ini pula yang kata Lukman harus diantisipasi UU. Karena, aturan saat ini untuk sosialisasi dilakukan oleh KPUD bukan pasangan calon.
"Caranya mengembalikan kepada pasangan calon untuk sosialisasi, tidak KPUD lagi. Hampir semua KPUD menolak sebenarnya diberikan tugas untuk memasang alat peraga dan kampanye (APK), tapi karena sudah diamanahkan UU terpaksa melaksanakan, akhirnya tidak efektif," katanya.
Ketiga, kata Lukman, partisipasi calon. Lukman menyebutkan adanya problematika soal rekrutmen calon-calon pemimpin dan ini yang harus dipikirkan ulang.
"Jadi tidak boleh dibatasi DPR DPRD harus mundur, PNS harus mundur, TNI harus mundur, itu harus dikembalikan, semua berhak mencalonkan, sehingga akan ramai-ramai mencalonkan diri dan memudahkan masyarakat memilih mana yang dia suka," kata dia.
Lalu, Lukman mengatakan revisi harus melihat ulang soal peradilan pemilu. Katanya, semangat UU Pilkada ini adalah peradilan pemilu, sementara dititipkan di MK dan di PTUN.
"Kami ingin ada ketegasan pemerintah, desain peradilan pemilunya seperti apa, ini harus segera dimulai," ujarnya.
Kelima, Lukman menyoroti soal posisi panwaslu. Sebab, dia menemukan hampir di semua daerah panwaslu tidak berdaya.
"Panwaslu sifatnya hanya merekap, memantau, ini panwaslu tukang catat. Begitu diproses temuan-temuan mereka itu sudah tidak jalan. Posisi panwaslu seperti ini tidak memberikan rasa adil pada calon-calon yang merasa dirugikan. Karena itu harus diperkuat, penguatan mekanisme kerja panwaslu," kata dia.