Suara.com - Tunisia pada Selasa (22/12/2015) memperpanjang keadaan darurat selama dua bulan lagi setelah pengeboman mematikan dengan menggunakan bus pada November. Pernyataan ini dikeluarkan oleh pihak Kantor Keperesidenan Tunisia.
"Presiden Beji Caid Essebsi telah "memutuskan perpanjangan keadaan darurat di seluruh wilayah" negara itu "hingga 21 Februari 2016," demikian sebuah pernyataan dari Kepresidenan Tunisia.
Tunisia telah memberlakukan keadaan darurat yang akan berakhir pada Rabu (23/12/2015). Keadaan darurat diberlakukan sejak Selasa (24/11/2015) setelah serangan bunuh diri yang diakui oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di ibu kota telah membunuh 12 pengawal presiden.
Langkah tersebut memberi pihak berwenang kekuasaan untuk melarang aksi mogok oleh para pekerja dan pertemuan-pertemuan yang mungkin memicu kerusuhan, dan juga menutup tempat-tempat hiburan serta bar serta menyensor pers.
Di samping pemberlakuan keadaan darurat, penguasa juga memberlakukan jam malam di Tunis dan menutup perbatasan dengan Libya, tempat para penyelidiki meyakini serangan itu direncanakan di sana.
Dua langkah TERSEBUT dicabut awal bulan ini.
Tunisia, tempat awal pergolakan Arab Spring mulai terjadi, telah dilanda oleh kekerasan sejak 2011 menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali yang lama berkuasa. IS mengkalim telah melakukan tiga serangan tahun ini.
Serangan-serangan sebelumnya -- di Museum Nasional Bardo di Tunis dan sebuah hotel resor Sousse -- membunuh seluruhnya 60 orang, satu di antaranya turis asing. (Antara)