Suara.com - Komisi Kejaksaan melaporkan evaluasi satu tahun terhadap Kejaksaan. Mereka menerima pengaduan masyarakat sebanyak 812 pengaduan pada tahun 2015.
Pengaduan ini disampaikan lewat surat, email, telepon atau pengaduan langsung. Dari 812 pengaduan ini, 630 pengaduan sudah ditindaklanjuti sedangkan 182 aduan masih dalam penelahaan komisioner.
"Pengaduan ini dilaporkan untuk Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri yang tersebar di seluruh Indonesia," kata Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Erna Ratnaningsih, di Kantornya, Jakarta, Selasa (22/12/2015).
Dalam catatan Komisi Kejaksaan, ada lima wilayah yang mendapat pengaduan tertinggi. Di antaranya Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dengan 112 aduan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dengan 107 aduan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dengan 105 aduan, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan 74 aduan, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dengan 45 aduan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Kejaksaan Ferdinan Andi Lolo mengatakan laporan ini tidak ada yang spesifik mengadukan kinerja Jaksa Agung Prasetyo. Laporan yang diterima Komisi Kejaksaan meliputi perilaku jaksa di lapangan yang langsung bertemu dengan pengadu.
"Ini tidak ada yang melaporkan soal kinerja Jaksa Agung. Laporan ini biasanya untuk prilaku jaksa di lapangan," kata Andi.
Komisioner Komisi Kejaksaan lainnya, Indro Sugianto menerangkan, kinerja Jaksa Agung sebagai institusi bisa dilihat dari evaluasi akuntabilitas kinerja yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Dalam evaluasi itu, ada 86 instansi pemerintah yang dinilai. Kejaksaan Agung menduduki posisi terendah dengan nilai 50,02.
"Kondisi ini perlu diperbaiki mengingat strategisnya institusi Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum dan tingginya harapan masyarakat yang menghendaki Kejaksaan bekerja profesional dan bertanggungjawab," ujar dia.
Lalu, apakah kinerja Jaksa Agung perlu dievaluasi oleh Presiden? "Layak tidak layak itu di tangan presiden," katanya.