Belasan Media Cetak Tumbang di 2015

Minggu, 20 Desember 2015 | 20:29 WIB
Belasan Media Cetak Tumbang di 2015
Konferensi pers 'Catatan Akhir Tahun 2015 AJI' di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Minggu (20/12/2015). (suara.com/Dian Kusumo Hapsari)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sepanjang tahun 2015 merupakan tahun berat bagi industri media di Indonesia. Perekonomian melambat membuat sejumlah industri di dalam negeri kesulitan mengembangkan usaha. Hal ini berdampak kepada industri media yang banyak tergantung pada iklan  dan langganan. Akibatnya, sejumlah media gulung tikar, gagal membiayai operasional atau pihak investor menarik diri karena terus merugi. 

Hal ini diungkapkan Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Iman D Nugroho saat menggelar konferensi pers si Kedai Tjikini, Minggi (20/12/2015).

Ia menjelaskan, sepanjang tahun 2015 ini sedikitnya dari 117 surat kabar yang ada di Indonesia, 16 surat kabar telah gulung tikar. Sementara untuk majalah dari 170 unit menjadi 132 majalah. Untuk media nasional, penutupan surat kabar terjadi pada Harian Bola Kompas Grup, Harian Jurnas, hingga Jakarta Globe. Sementara Surat Kabar Sinar Harapan yang dikabarkan berhenti beroperasi pada awal tahun 2016, karena investor menarik diri, dikabarkan tengah mencari pemodal baru dan berharap bisa hidup lagi.

Lonceng kematian media cetak ini tidak hanya terjadi di Jakarta. Surat kabar sejumlah daerah juga telah gulung tikar. Sebut saja, Tabloid Mingguan Cempaka, Jawa tengah, Koran Selebes dan Koran Inilah Sulsel di Makassar, Harian Jambi Today dan Koran Jambi, dan sejumlah media lainnya di seluruh Indonesia. Bila surat kabar masih bisa bertahan, pada umumnya memangkas jumlah halaman atau mengurangi hari terbit, sehingga ongkos produksi koran bisa dikurangi.

Lalu apa penyebab media cetak berguguran? Menurut Iman D Nugroho setidaknya ada tiga penyebab mengapa media dulung tikar sepanjang 2015. Ada perlambatan ekonomi. Sehingga industri media kesulitan untuk mengembangkan perusahaannya lantaran biaya operasional yang meningkat. Seperti kertas koran yang mahal dan sebagainya. Sehingga mereka terpaksa harus tutup dan ketiga terkait kemajuan teknologi yang mengubah perilaku pembaca dari konvensional media ke media baru, yaitu berbasis digital.

Situasi untuk industri media cetak memang lebih berat dibandingkan dengan media online. Penyebab kedua, adanya migrasi pola baca sebagian masyarakat dari media cetak ke media online (internet). Penetrasi internet yang semakin dalam di kehidupan masyarakat Indonesia membuat keberadaan surat kabar semakin banyak ditinggalkan. “Data asosiasai pengguna internet, jumlah penguna internet di Indoensia sudah mencapai 100 juta pengguna. 

Sekjen AJI Indonesia Arfi Bambani Amri mendesak kepada perusahaan media yang menutup usahanya, atau mengurangi jumlah karyawan untuk memenuhi hak-hak pekerja. “Kami mendorong penyelesaian secepatnya, sehingga baik pihak perusahaan maupun karyawan agar masinh-masing segera move on. Tidak tersandera oleh kasus perbutuhan.” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI