Salah Besar, Sebut Orang Rimba Tak Beradab

Minggu, 20 Desember 2015 | 06:57 WIB
Salah Besar, Sebut Orang Rimba Tak Beradab
Jokowi berdialog dengan suku Anak Dalam. [Tim komunikasi presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivis dari Komunitas masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 Jambi tidak terima jika orang rimba tidak beradab. Sampai saat ini kebanyakan orang di kota masih merendahkan Orang Rimba dengan sebutan Orang Kubu atau Suku Anak Dalam tidak beradab. Bahkan disebut kotor dan kafir.

Ketua Kelompok Makekal Bersatu (KMB) Mijak Tampung memberikan pengertian atau penjelasan kepada publik meski media massa turut memberikan kontribusi atas keberadaan mereka.

"Tentu saja ini sebuah kesalahan besar yang terus menerus disebarluaskan," kata Mijak.

Mijak menjelaskan yang lebih menyedihkan lagi, penyamarataan ini dilakukan oleh masyarakat umum. Bahkan media massa. "Dalam pemberitaannya, juga melakukan kesalahan yang sama," katanya.

Masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12, jika ada pihak masyarakat sekitar Jambi yang terlibat konflik dengan Suku Anak Dalam (SAD), tidak pandang bulu, menyamaratakan Orang Rimba atau SAD.

"Mereka yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa menjadi sasaran serang karena disamaratakan sebagai Suku Anak Dalam," katanya.

"Orang Rimba Bukit 12 hidup di tengah hutan bukit dua belas, menjalankan adat istiadat dan keyakinannya," katanya.

Sebutan orang rimba tak beradab ini sebelumnya berlatarbelakang dari konflik antara Orang Singkut dengan warga Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi. Orang Singkut adalah sebutan dari Orang Rimba Bukit 12 untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di sepanjang jalur lintas Sumatera dari Jambi ke arah Sumatera Barat juga Sumatera Selatan.

Ketika hutan mereka sudah habis dirampas untuk keperluan program transmigrasi dan perkebunan sawit, Orang Singkut tinggal berpindah-pindah tempat di sepanjang lintas Sumatera (nomaden). Untuk bertahan hidup mereka berburu babi dan binatang buruan lainnya, mengumpulkan buah-buah sawit yang tercecer dan kerja-kerja lainnya yang mereka sanggup mengerjakannya.

Hubungan antara Orang Rimba Bukit 12 dan Orang Singkut hanya sekedar perkenalan biasa saja, berbeda dengan Orang Rimba Bukit 12 yang mendiami Taman Nasional Bukit 12 seluas 60.500 hektare, hubungan di antara mereka ada ikatan darah, walaupun tinggal dengan jarak yang jauh, hingga ratusan kilometer, katanya.

Proses perdamaian Komunitas masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 Jambi mengharapkan proses perdamaian antara Orang Rimba dengan warga Singkut pascakonflik tidak menutup proses hukum yang berlaku.

KMB berharap kejadian konflik itu tidak terjadi lagi di kemudian hari. "Harapan kami Orang Rimba di manapun berada dapat hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar secara harmonis," katanya.

Pertikaian memang bukan pertama kalinya terjadi di Merangin, hampir setiap tahun terjadi dan seringkali menimbulkan korban jiwa dan kerugian materil. Hal ini terjadi karena terbatasnya informasi antara masyarakat desa dan orang Singkut. Dengan banyaknya konflik yang terjadi maka banyak orang beranggapan Orang Rimba semuanya jahat.

Sementara, Orang Dalam dan warga Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi, akhirnya sepakat berdamai setelah terlibat bentrok yang menewaskan satu warga Kungkai karena terkena senapan kecepek milik warga SAD.

Perdamaian itu terjadi setelah dimediasi Bupati Merangin Al Haris, Kapolda Brigjen Pol Lutfi Lubihanto, Danrem 042/Gapu Jambi Kol Inf Makmur, Kapolres Merangin AKBP Munggaran, Dandim 0420/Sarko Letkol Inf Budiawan Basuki dan Kajari Bangko Sri Respatini serta Sekda Merangin Sibawaihi. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI