Sapta (27), salah satu driver Gojek, mengaku kecewa dengan larangan Kementerian Perhubungan terhadap operasi ojek berbasis online.
"Kecewa, karena saya dapat penghasilan sampingan dari sini," katanya saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015).
Dia berharap pemerintah mengkaji kebijakan lagi sebelum mengeluarkan pelarangan.
"Ya nyesel soal pelarangan yang dikeluarkan sama Pemerintah, kesalahannya di mana gitu," katanya
Konsumen Gojek, Okta (27), ikut menyesalkan larangan kendaraan berbasis online untuk melayani penumpang.
Okta selama ini sangat terbantu oleh keberadaan ojek online. Dia lebih hemat dan cepat sampai ke tempat kerja. Dia lebih suka naik ojek ketimbang naik angkot.
"Ribet, kalau nggak ada Gojek. Baru beberapa lama kan. Belum ada setahun. Padahal mah memudahkan masyarakat itu ojek online," kata Okta.
Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring atau online beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.
"Kecewa, karena saya dapat penghasilan sampingan dari sini," katanya saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015).
Dia berharap pemerintah mengkaji kebijakan lagi sebelum mengeluarkan pelarangan.
"Ya nyesel soal pelarangan yang dikeluarkan sama Pemerintah, kesalahannya di mana gitu," katanya
Konsumen Gojek, Okta (27), ikut menyesalkan larangan kendaraan berbasis online untuk melayani penumpang.
Okta selama ini sangat terbantu oleh keberadaan ojek online. Dia lebih hemat dan cepat sampai ke tempat kerja. Dia lebih suka naik ojek ketimbang naik angkot.
"Ribet, kalau nggak ada Gojek. Baru beberapa lama kan. Belum ada setahun. Padahal mah memudahkan masyarakat itu ojek online," kata Okta.
Kementerian Perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring atau online beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.