Petisi Tolak Perpanjangan Freeport Disiapkan untuk Jokowi dan DPR

Kamis, 17 Desember 2015 | 17:23 WIB
Petisi Tolak Perpanjangan Freeport Disiapkan untuk Jokowi dan DPR
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, Selasa (19/8). [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setelah Ketua DPR RI Setya Novanto mundur dari jabatannya terkait pelanggaran kode etik di mana dia diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) demi meminta saham dalam proses perpanjangan izin pengelolaan tambang emas di Papua oleh PT Freeport Indonesia, kini perkembangan baru terkait Freeport pun muncul. Salah satunya adalah lewat Indonesian Resources Studies (Iress) yang bersama dengan beberapa petitor, berniat mengirimkan petisi kepada Presiden Jokowi dan pimpinan DPR, untuk menolak perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia setelah kelak habis di tahun 2021.

"Forum ini kita pertama diskusi, kita bikin petisinya apa. Kita minta tanda tangan ke teman-teman. Selanjutnya akan diserahkan ke Pak Jokowi, ke pemerintah, kemudian kita bawa ke pimpinan DPR," ungkap politisi PAN, Chandra Tirta Wijaya, kepada Suara.com, setelah menghadiri Diskusi Publik dan Pernyataan Sikap tentang "Tingkatkan Kedaulatan Negara di Tambang Freeport", di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Acara diskusi sekaligus pembuatan petisi ini sendiri dihadiri oleh Marwan Batubara dari Iress, anggota DPR periode 1999-2004 Hatta Taliwang, peneliti Indef Fadil Hasan, anggota DPR 2009-2014 Lily Wahid, guru besar FE Unhas M Asdar, serta Ketua DPP KAMMI Kartika Nur Rakhman. Selain itu, turut hadir pula anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ihsan Qolba Lubis.

Para penggagas petisi menuntut, sebagai pemilik sumber daya mineral negeri ini, Indonesia harus memperoleh porsi keuntungan dan manfaat tambang yang lebih besar dibanding yang diperoleh kontraktor. Pemerintah Indonesia pun dinilai harus menegakkan kedaulatan negara, dengan menjaga martabat bangsa dari arogansi investor asing.

Mereka juga meminta agar Indonesia harus menjadi pengelola tambang Freeport sesuai dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945. Oleh sebab itu, para petitor "Petisi Tambang Freeport untuk Rakyat" pun menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Menuntut DPR RI untuk segera membentuk Pansus Freeport dan mengajukan Hak Angket kepada pemerintah, sekaligus memeriksa oknum pejabat pemerintah yang manipulatif dan berkongkalingkong dengan Freeport-McMoRan.

2. Menuntut Pemerintah Indonesia untuk segera menyatakan bahwa sejak tahun 2021 operasi tambang Freeport tidak akan diperpanjang.

3. Menuntut PTFI/Freeport-McMoRan untuk membayar ganti rugi kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah dan tailing yang melanggar praktik penambangan yang baik dan ramah lingkungan.

4. Meminta Pemerintah RI untuk menjamin pemilikan saham oleh BUMD Provinsi Papua dan Papua Barat melalui pembentukan konsorsium dengan BUMN.

5. Membebaskan keputusan kontrak tambang Freeport dari perburuan rente dan upaya meraih dukungan politik dan logistik dari Pemerintah AS dan Freeport-McMoRan.

6. Mengikis habis pejabat-pejabat pemerintah yang telah menjadi kaki-tangan asing dengan berbagai cara, antara lain yang dengan sengaja atau tidak sengaja atau secara langsung atau tidak langsung telah memanipulasi informasi, melakukan pembohongan publik, melecehkan kemampuan ESDM dan BUMN, serta merendahkan martabat bangsa.

7. Mendorong KPK untuk terlibat aktif mengawasi proses penyelesaian renegosiasi kontrak PTFI dan menjamin tidak diperpanjangnya operasi tambang setelah 2021.

Lebih jauh, Chandra yang juga merupakan anggota DPR periode 2009-2014 itu menjelaskan, saat ini pihaknya masih dalam tahap penyelesaian draf petisi. Rencananya menurutnya, petisi ini akan dikirim ke Presiden Jokowi dan pimpinan DPR pada Jumat (18/12) besok.

"Sampai selesai drafnya dulu. Setelah itu kalau draf ini selesai (sekarang), besok kita bawa," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI