Suara.com - Anggota Majelis Kehormatan Dewan dari Fraksi Partai Hanura, Syarifuddin Sudding, menyampaikan bocoran terkait alur sidang MKD yang tengah bergulir saat ini, Rabu (16/12/2015). Sebagaimana tersiar di media massa saat ini, sidang MKD tengah memperdengarkan keputusan akhir dari masing-masing hakim MKD terkait kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto.
Menurut Sudding ketika mayoritas hakim MKD memandang Novanto melakukan pelanggaran etika, maka secara sah dan meyakinkan sanksi terhadap Novanto akan ditetapkan, begitu juga sebaliknya. Sementara itu, pandangan yang bertentangan dengan mayoritas akan diposisikan sebagai dissenting opinion.
“Nggak sama kayak voting. Artinya ini keputusan bukan berdasar suara terbanyak. Ya, samalah kayak di peradilan umum ketika mengambil keputusan,” kata Sudding dalam pernyataan tertulis yang diterima Suara.com.
Dengan mekanisme pengambilan keputusan seperti itu, kata Sudding, akan kelihatan pertimbangan masing-masing hakim dalam menentukan keputusannya. Para hakim MKD akan memaparkan perspektif hukumnya, berikut pertimbangan pasal-pasal yang digunakan untuk menilai tindak pelanggaran yang dilakukan tersangka.
Lebih lanjut Sudding mengurai perbedaan antara peradilan etika dan peradilan acara hukum. Dalam peradilan acara, menurut Sudding, tidak ada akumulasi pelanggaran yang menentukan jenis sanksi yang akan dijatuhkan.
Sebaliknya, hal itu menurut Sudding berlaku dalam peradilan acara. Dia menjelaskan bahwa Novanto pernah menjalani sidang etika terkait pelanggarannya etika saat menghadiri kampanye Donald Trump di Amerika Serikat. Akhir persidangan waktu itu menetapkan sanksi pelanggaran ringan bagi Novanto.
“Kalau menurut saya, dalam kasus ini kalau terbukti tinggal sanksi sedang atau sanksi berat. Kalau sanksi sedang itu pemberhentian posisi sebagai ketua DPR dan pimpinan alat kelengkapan dewan. Kalau sanksi berat, konsekuensinya pemberhentian sementara dan pemberhentian secara permanen dari kenggotaannya di DPR,” kata Sudding.
Menanggapi adanya surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang meminta MKD memperhatikan hak-hak terdakwa, Sudding menganggap hal itu tak harus terlalu dirisaukan. Menurut Sudding, Komnas Ham perlu menahan diri dan lebih mencermati tugas pokok dan fungsinya.
Sebaliknya, dalam hemat Sudding MKD bisa terus berjalan sesuai mekanisme yang mengaturnya. Keputusan final MKD ini, menurut Sudding juga bersifat final, sehingga menutup kemungkinan bagi teradu untuk melakuklan banding, seperti halnya mekanisme peradilan hukum acara.
“Pada saat membacakan putusan, MKD akan meghadirkan teradu untuk mendengarkan keputusan final dan mengikat. Sekali diputuskan di MKD, tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan, meski pun ada nofum baru. Karena peradilan etik tidak sama dengan pro-justisia,” kata Sudding.