Suara.com - PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC kembali menegaskan perpanjangan kerjasama pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutchison tidak merugikan keuangan negara maupun melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17/2008 tentang Pelayaran. Penegasan ini menyusul hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diserahkan melalui surat Nomor 48/AUDITAMA VII/PDTT/12/2015 tanggal 1 Desember 2015 tentang Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Proses Perpanjangan Pengelolaan/Pengoperasian PT JICT dan Kerja Sama Operasi Terminal Petikemas Koja pada PT Pelabuhan Indonesia II (Persero).
“Laporan audit BPK tidak menyebutkan adanya kerugian keuangan negara dalam perpanjangan kerjasama JICT,” ujar Direktur Utama IPC RJ Lino dalam keterangan resmi, Rabu (16/12/2015).
Lino melanjutkan, mengenai aspek legal berkaitan dengan pelaksanaan UU 17/2008, audit BPK hanya menyebut Pasal 344 ayat (2), yang pada pokoknya menyatakan Kementerian Perhubungan tidak melaksanakan pasal tersebut untuk melakukan evaluasi aset dan audit secara menyeluruh terhadap BUMN yang menyelenggarakan usaha pelabuhan.
“BPK tidak mempermasalahkan implementasi Pasal 344 ayat (3) terkait konsesi dalam proses perpanjangan kerja sama pengelolaan JICT dan TPK Koja,” tutur Lino.
Menurut Lino, UU 17/2008 Pasal 344 ayat 3 yang hanya menunjuk Pasal 90 terkait lingkup Badan Usaha Pelabuhan, mengatur secara tegas bahwa pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh badan usaha milik negara (BUMN) Kepelabuhanan tetap diselenggarakan oleh BUMN kepelabuhanan dimaksud. Ketentuan ini memberikan pelimpahan secara langsung kepada Pelindo I, II, III, dan IV dalam penyelenggaraan kegiatan pengusahaan pelabuhan.
“Artinya, Undang-Undang Pelayaran khususnya Pasal 344 menyatakan bahwa Pelindo I, II,III dan IV mendapat perlakuan khusus berupa konsesi yang diberikan langsung oleh undang-undang (concession by law). Jadi, jika perpanjangan JICT dianggap tidak sah karena dilakukan sebelum mendapat konsesi, maka pengelolaan pelabuhan oleh Pelindo I, II, III, dan IV sejak 2011 sampai dengan November 2015 juga dapat dianggap ilegal,” tegas Lino.
BKPM Terbitkan Izin Prinsip Perubahan Komposisi Saham JICT
Berdasarkan Amendemen Perjanjian Pemegang Saham PT JICT tertanggal 5 Agustus 2014, para pemegang saham sepakat untuk melakukan penyesuaian terhadap kepemilikan saham PT JICT. Sesuai kesepakatan, saham IPC akan naik dari sebelumnya 48,9% menjadi 50,9%, sedangkan saham Hutchison Ports Jakarta Pte.Ltd. (HPJ) turun menjadi 49% dan Koperasi Pegawai Maritim (Kopegmar) tetap 0,1%.
Lino menjelaskan, perubahan porsi kepemilikan saham JICT tidak dilakukan berdasarkan transaksi jual beli saham, melainkan melalui penerbitan saham baru oleh JICT. “Dalam prosesnya, saham baru ini hanya diambil oleh IPC sehingga kepemilikan sahamnya di JICT meningkat. Sebaliknya, porsi saham HPJ terdilusi (berkurang),” ucapnya.
Lino melanjutkan, sesuai persyaratan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pemegang saham JICT telah menyerahkan Circular Resolution tertanggal 24 November 2015 yang sudah ditandatangani oleh para pemegang saham dengan komposisi pemegang saham IPC sebesar 50,9%, HPJ 49% dan Kopegmar 0,1%.
Terkait perubahan tersebut, PT JICT telah mengurus Izin Prinsip Perubahan Penananam Modal Asing (PMA) ke BKPM melalui aplikasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (“SPIPISE”) pada 17 Nopember 2015. Dilanjutkan dengan melengkapi data dan dokumen pendukung sesuai persyaratan melalui online pada 2 Desember 2015.
Lino mengungkapkan, pengajuan perubahan saham PT JICT tersebut telah mendapat persetujuan dengan keluarnya Izin Prinsip Perubahan PMA dari BKPM pada 7 Desember 2015. Dalam surat BKPM dengan Nomor 3895/1/IP-PB/PMA/2015 tersebut tercantum porsi kepemilikan HPJ sebesar 49%, IPC 50,9 % dan Kopegmar 0,1% sehingga porsi kepemilikan saham dalam negeri adalah 51%. Setelah itu, proses selanjutnya adalah pengumuman perubahan pemegang saham, penambahan modal, perubahan anggaran dasar hingga permohonan persetujuan perubahan modal dasar ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Izin Prinsip dari BKPM membuktikan bahwa saham Pelindo II/IPC di JICT sebesar 50,9%. Proses administrasi perubahan komposisi kepemilikan saham di JICT ini memang perlu waktu,” tandas Lino.