Penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mencatat 29 pelanggaran pidana yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2015 lalu, paling banyak melibatkan aparat negeri sipil.
"Sampai saat ini jumlah pidana terkait pilkada serentak yang terjadi adalah 29 kasus di seluruh Indonesia. Yang paling menonjol, keterlibatan aparatur sipil negara. Paling besar jumlahnya 13 ASN," kata Kepala Sub Direktorat Dokumen dan Politik Direktorat Pidana Umum Komisaris Besar Rudi Setiawan, Rabu (16/12/2015).
Menurut Rudi perkara pidana yang diduga dilakukan aparat pemerintah, terutama kepala daerah, antara lain menjadi tim sukses salah satu calon. Kepala daerah, kata Rudi, mengerahhkan massa agar bisa memilih salah satu kandidat.
"Kepala desa mengerahkan massa untuk memilih salah satu calon. Pengrusakan atribut kampanye, alat peraga kampanye," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu menemukan pelanggaran di 29 kabupaten dan kota.
Komisioner Bawaslu Nasrullah menyebut jenis pelanggaran yang dilakukan, di antaranya main uang dan pemberian hadiah.
"Secara nasional, ada 29 kabupaten kota yang jadi temuan kami terkait persoalan politik uang, terhitung semenjak kemarin," ujar Nasrullah di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (9/12/2015).
Kasus politik uang, antara lain ditemukan di Kalimantan Selatan.
"Di Kalimantan Selatan ada pembagian uang oleh Ketua KPPS, dan sedang diproses," ujar Nasrullah.
Nasrullah menuturkan kasus politik uang yang dilakukan pendukung pasangan calon maupun pasangan calon harus diproses secara hukum. Hal ini sesuai instruksi Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.
"Memang politik uang ini tidak diberikan sanksi pidana tapi kita bisa tegakkan itu melalui pasal 149 KUHP," katanya.
"Kalau perlu dilacak juga apakah ada keterkaitan sampai ring satu-nya, Kalau memang iya bisa berdampak pada diskualifikasi, kalaupun ia menang," kata Nasrullah.
"Sampai saat ini jumlah pidana terkait pilkada serentak yang terjadi adalah 29 kasus di seluruh Indonesia. Yang paling menonjol, keterlibatan aparatur sipil negara. Paling besar jumlahnya 13 ASN," kata Kepala Sub Direktorat Dokumen dan Politik Direktorat Pidana Umum Komisaris Besar Rudi Setiawan, Rabu (16/12/2015).
Menurut Rudi perkara pidana yang diduga dilakukan aparat pemerintah, terutama kepala daerah, antara lain menjadi tim sukses salah satu calon. Kepala daerah, kata Rudi, mengerahhkan massa agar bisa memilih salah satu kandidat.
"Kepala desa mengerahkan massa untuk memilih salah satu calon. Pengrusakan atribut kampanye, alat peraga kampanye," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu menemukan pelanggaran di 29 kabupaten dan kota.
Komisioner Bawaslu Nasrullah menyebut jenis pelanggaran yang dilakukan, di antaranya main uang dan pemberian hadiah.
"Secara nasional, ada 29 kabupaten kota yang jadi temuan kami terkait persoalan politik uang, terhitung semenjak kemarin," ujar Nasrullah di Ciputat, Tangerang Selatan, Rabu (9/12/2015).
Kasus politik uang, antara lain ditemukan di Kalimantan Selatan.
"Di Kalimantan Selatan ada pembagian uang oleh Ketua KPPS, dan sedang diproses," ujar Nasrullah.
Nasrullah menuturkan kasus politik uang yang dilakukan pendukung pasangan calon maupun pasangan calon harus diproses secara hukum. Hal ini sesuai instruksi Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.
"Memang politik uang ini tidak diberikan sanksi pidana tapi kita bisa tegakkan itu melalui pasal 149 KUHP," katanya.
"Kalau perlu dilacak juga apakah ada keterkaitan sampai ring satu-nya, Kalau memang iya bisa berdampak pada diskualifikasi, kalaupun ia menang," kata Nasrullah.