Suara.com - Anggota DPR dari sejumlah fraksi bertemu di Ruang Rapat KK 5, DPR, Selasa (15/12/2015), untuk menyatakan sikap terkait kegaduhan yang muncul akibat kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diduga dilakukan Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto untuk meminta saham PT. Freeport Indonesia.
"Kami hadir tidak atas nama KMP (Koalisi Merah Putih) dan KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Kami melihat situasi lingkungan kerja DPR semakin tidak kondusif terkait kepemimpinan di DPR. Hanya karena satu orang, DPR jadi tidak kondusif," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin.
Dalam gerakan yang diberi nama #SaveDPR itu, Hasanuddin mengatakan demi harga diri menuntut Novanto mundur dari jabatan pimpinan DPR dan anggota DPR.
"Kami masih memegang itu sehingga kami sampaikan kepada pimpinan kami demi harga diri yang bersangkutan untuk mundur," kata dia.
Anggota DPR lintas fraksi merasa perlu untuk mengembalikan marwah DPR sebagai lembaga terhormat dan menyelamatkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Selain meminta Novanto mundur demi mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap institusi DPR, mereka juga memberikan dukungan kepada anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang masih memiliki komitmen untuk menyelamatkan DPR dengan menegakkan kode etik dewan.
Pertemuan tersebut dihadiri, antara lain anggota Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris, Nico Siahaan, Rieke Diah Pitaloka, Komarudin Watubun, kemudian anggot Fraksi PAN Teguh Juwarno, Primus Yustisio, Lucky Hakim, anggota Fraksi Golkar Dave Laksono, anggota Fraksi Nasdem Syarif Abdullah Alkadrie, Kurtubi, dan Akbar Faizal.
Kasus ini mengemuka setelah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Dia melaporkan adanya pertemuan antara Novanto, Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha minyak Riza Chalid. Dalam pertemuan tersebut mereka membicarakan soal saham dan perpanjangan kontrak karya Freeport.