Suara.com - Dalam menuntaskan kasus pelacuran online yang diduga melibatkan sejumlah artis, Polri harus serius memperhatikan rasa keadilan masyarakat sehingga tidak terpaku hanya menjerat sang mucikari dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane menilai selama ini dalam mengungkap kasus pelacuran online, Polri hanya menjerat mucikari. Padahal, kasusnya sangat heboh sehingga Polri terkesan hanya sekadar mencari sensasi dalam mengungkap kasus.
Dalam kasus pelacuran, kata Neta, sedikitnya ada tiga pihak yang terlibat, yakni perempuan, lelaki sebagai konsumen, dan mucikari sebagai perantara. Kasus pelacuran, tidak selalu bernuansa seseorang memperdagangkan perempuan. Terkadang ada perempuan yang memperdagangkan dirinya melalui berbagai cara, katanya.
Selama ini, kata Neta, kerja keras Polri dalam memberantas kasus pelacuran online sangat disayangkan dan sering mengecewakan publik.
"Seakan Polri tidak mampu berdiri di atas rasa keadilan masyarakat. Buktinya, sang artis sebagai pelaku dan konsumennya tidak pernah tersentuh. Bandingkan, jika aparat menggerebek pelacuran di hotel melati, pihak perempuan maupun lelaki sebagai hidung belang, diangkut ke atas truk. Kenapa pelacuran di hotel bintang lima lebih diistimewakan? Apakah undang undang memang mengistimewakan kejahatan di hotel bintang lima?" katanya.
Untuk itu, dalam menuntaskan kasus pelacuran online, Polri diminta punya niat serius sehingga bisa mengenakan pasal berlapis, baik terhadap pelacurnya, pemakainya maupun mucikarinya.
Dalam hal ini, menurut Neta, Polri bisa saja menggunakan UU ITE untuk membongkar awal transaksi prostitusi online ini.
"Apakah awal transaksinya lewat SMS, BBM, dan media sosial lainnya. Dari sini bisa diketahui, apakah ada permintaan dari si wanita untuk mencarikan order (pelacuran) kepada si mucikari. Begitu juga buat si lelaki, apakah ada permintaan untuk mencarikan wanita untuk dikencani. Jika ada, berarti si wanita bisa dikenakan tuduhan telah bersekongkol untuk memperdagangkan dirinya sendiri. Begitu juga si lelaki bisa dikenakan tuduhan telah bersekongkol dalam aksi perdagangan manusia dan yang bersangkutan sebagai konsumen," kata dia.
Jika Polri hanya terpaku pada UU TPPO, kata Neta, kasus pelacuran online yang melibatkan para artis cantik ini tidak akan pernah selesai dengan tuntas. Sebab tidak akan ada efek jera. Si artis yang terlibat dalam memperdagangkan dirinya tidak tersentuh hukum dan cenderung dilindungi polisi. Begitu juga para konsumennya selalu merasa aman sehingga upaya pengungkapan kasus prostitusi online ini hanya sekadar sebuah sensasi dan aksi pelacuran online akan terus berulang.