Suara.com - Kasus Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika meminta saham kepada PT. Freeport Indonesia sebagai imbalan atas andil memperpanjang kontrak karya kemungkinan diputuskan pada Kamis (17/12/2015).
"Paling tidak hari Kamis diputuskan atau paling tidak sebelum masa reses (DPR)," kata anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding kepada Suara.com, Minggu (13/12/2015).
Menurut Sudding keterangan Novanto sebagai teradu, Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pengadu, Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, serta barang bukti rekaman pembicaraan sudah cukup untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan kasus etik Novanto.
"Bagi saya proses pemeriksaan di MKD selama ini dengan adanya bukti, keterangan Maroef, Setnov, Sudirman Said, sudah cukup untuk ambil keputusan," kata Sudding.
Dalam kasus pertemuan Novanto dengan pengusaha dan dugaan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk minta saham Freeport, Sudding menekankan proses yang berlangsung di Mahkamah Kehormatan Dewan hanya menyangkut masalah kepatutan dan kepantasan seorang Ketua DPR.
"Nah saya kira cukup, jangan melebar kemana-mena. Ini persoalan etika, bukan hukum. Jangan seolah-olah (MKD) pembuktian di institusi penegak hukum," katanya.
Kejaksaan Agung juga ikut menyelidiki kasus dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Novanto. Jaksa Agung H. M. Prasetyo mengatakan kasus tersebut sekarang sedang ditangani jaksa agung muda tindak pidana khusus.
Prasetyo mengatakan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan nanti tidak akan mempengaruhi penyelidikan jaksa agung muda tindak pidana khusus.
Kasus Novanto terungkap setelah Sudirman Said melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan pada Senin (16/11/2015) karena diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika meminta saham kepada PT. Freeport Indonesia sebagai imbalan atas andil memperpanjang kontrak karya.