Suara.com - Penasihat Menteri Lingkungan Hidup Emmy Hafidz mengungkapkan kalau negosiasi pertemuan perubahan iklim dunia COP21 UNFCCC di Le Bourget, Paris, yang sudah berlangsung hampir dua pekan tak mengalami kemajuan.
Emmy yang ditemui suara.com di Le Bourget mengatakan kalau kebuntuan berlangsung karena ada benturan kepentingan antar kelompok negara yang berkaitan antara kenaikan suhu bumi dan kompensasi.
Dia juga menyatakan kecewa karena tim delegasi Indonesia tidak berani memberi batasan kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celcius.
“Kalau kita sebagai negara kepulauan itu semestinya yang dipakai 1,5 derajat Celcius. Dalam simulasi centre saja sudah kelihatan kalau kenaikan air laut bisa sampai 2,5 meter kalau suhu naik 1 derajat,” kata Emmy di ruang publik Generation Climate, Rabu (9/12/2015).
Menurut Emmy, Indonesia seharusnya mengikuti suara dari kelompok negara-negara kepulauan.
“Filiphina saja setuju 1,5 derajat,” ujarnya lagi.
“Diskusi soal ini sudah berjalan 26 tahun lalu sejak Kyoto Protokol dan pertama kali IPCC,” tegas Emmy.
Dia juga menjelaskan kalau negara-negara maju, termasuk Amerika ‘pura-pura’ setuju dengan batasan 1,5 derajat Celcius, hanya saja mereka mencoba mengkaitkan dengan dana kompensasi 100 miliar dolar AS, serta faktor kehilangan dan kehancuran.
“Buntunya soal lost damage dan kompensasi!” terang Emmy.
Dia berharap dalam tiga hari ke depan kesepakatan dapat dicapai antar negara untuk menyelamatkan bumi.
Pertemuan ini sudah berlangsung sejak 30 November hingga negosiasi puncak pada 11 Desember 2012.