Suara.com - Saat ratusan perwakilan negara sedang berunding dan membahas pencegahan perubahan iklim dunia COP21 UNFCCC di Le Bourget, berjaraknya sekitar 19 kilometer dari lokasi terdapat 12 balok es raksasa yang langsung dibawa dari Greenland meleleh di halaman Pantheon, Paris, saat musim dingin berlangsung.
Balok es raksasa ini dipamerkan oleh seniman asal Denmark, Olafur Eliasson, sebagai sebuah sindiran buat pemimpin di seluruh dunia kalau perubahan iklim sedang berlangsung.
Pameran ini sengaja mengambil tempat di pusat kota Paris selama pertemuan berlangsung dan menjadi perhatian banyak penduduk kota maupun turis.
Setiap potongan es pada awalnya berukuran tiga kali mobil seukuran sedan. Namun dalam hampir dua pekan, ukurannya menyusut hingga menjadi sekitar lemari pakaian setinggi dua meter di tengah dingin udara Paris yang mencapai sekitar 5 derajat Celcius.
Potongan terbesar es ditampilkan di Paris hanya pendek sepuluh ton, yaitu sekitar ukuran tiga taksi New York City ditumpuk di atas satu sama lain.
12 balok es raksasa ditaruh melingkar searah dengan jarum jam dengan beragam bentuk. Setiap sasat lelehan es dan air mengalir hingga ke jalan utama di sudut Pantheon, gereja yang dibangun oleh Raja Louis ke XIV pada pertengahan abad 17, beberapa tahun sebelum revolusi Perancis meletus.
Di lokasi ini juga disimpan abu jenazah sejumlah tokoh sejarah seperti Mirabeau, Voltaire, Jean-Jacques Rousseau, Victor-Hugo sampai Marie Curie.
Pameran seni instalasi yang ‘menyindir’ ini disebut dengan Ice Watch.
Bentuk jam dalam instalasi ini menandakan sudah semestinya para pemimpin dunia melakukan tindakan secepat mungkin mencegah perubahan iklim. Sedangkan negosiasi perwakilan 195 negara di Le Bourget masih berajalan alot.