Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mendalami kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Untuk mendalami kasus tersebut, KPK masih menunggu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Untuk diketahui, SPDP dikirimkan oleh penegak hukum ke penegak hukum lainnya ketika mereka memulai penyidikan suatu perkara. Surat ini merupakan salah satu bentuk koordinasi antara penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU). Selanjutnya, JPU mengkoordinasikan arah perkembangan kasus dan mulai memberikan masukan-masukan ke penyidik.
"Biasanya supervisi kasus didahului oleh SPDP," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (8/12/2015).
"Jadi kalau sudah ada SPDP, KPK bisa melakukan supervisi," jelas Johan.
Kejaksaan Agung diketahui berinisiatif menyelidiki kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Pencatutan tersebut diduga dilakukan dalam upaya permintaan saham kepada PT Freeport.
Dalam kasus tersebut, Setya Novanto diduga melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 terkait permufakatan jahat.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus yang menjerat politisi Partai Golkar itu.
"Kami masih mengumpulkan bukti-bukti, kami merespons apa yang tersebar luas di masyarakat," kata Prasetyo.
Kejagung sendiri hingga kini sudah memeriksa Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Menteri ESDM Sudirman Said.
Maroef diketahui sebagai orang yang merekam pembicaraan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Sudirman adalah orang yang melaporkan kasus ini ke MKD.