Suara.com - Direktur Indonesian Resurces Studies (IRESS) Marwan Batubara meragukan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi PT. Freeport Indonesia. Berbeda dengan Marwan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia, Ladjiman Damanik malah yakin bahwa Indonesia tidak akan bisa melakukan upaya tersebut.
"Istilah nasionalisasi itu terlalu vulgar digunakan untuk mengambil alih PT Freeport McMoran Inc dari Amerika Serikat," kata Damanik di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat(5/12/2015).
Menurutnya, konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa sudah mengatur bahwa sumber daya alam dan sumber daya mineral mutlak dikuasai negara. Namun, jika itu dilakukan saat ini terhadap PT. Freeport Indonesia, maka Indonesia bisa kehilangan investor, dan kondisi tersebut sangat idak menguntungkan Indonesia.
"Ini penting. Jangan sampai nanti kita nasionalisasi, investasi lari semua. Kita ini anggoota G-20," kata Damanik.
Selain karena kekhawatiran akan hengkangnya para investor, ada satu hal mendasar yang membuat Indonesia tidak mungkin melakukan nasionalisasi perusahaan asing. Hal itu, kata Damanik, adalah kenyataan bahwa Indonesia cenderung masih "beradab". Indonesia, menurutnya, bukan seperti Paraguay yang terbilang berani melakukan hal semacam itu. Karenanya, dia berharap agar Indonesia dapat belajar dari keberhasilannya mengambil alih perusahan Inalum dari Jepang.
"Kita bukan Paraguay. Kita sedikit beradab lah. Cina baru 100 tahun kemudian baru mendapat Hongkong dari Inggris," tutup Damanik.