Din Syamsuddin: Kesepakatan Paris Tentukan Masa Depan Bumi

Ardi Mandiri Suara.Com
Jum'at, 04 Desember 2015 | 04:35 WIB
Din Syamsuddin: Kesepakatan Paris Tentukan Masa Depan Bumi
Din Syamsuddin [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Dewan Pengarah Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin mengatakan bahwa Kesepakatan Paris akan menjadi penentu arah masa depan bumi dan seluruh mahluk di dalamnya, karena itu, semua pihak harus bergandengan tangan dan menghasilkan kesepakatan yang terikat hukum untuk menurunkan emisi untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak melebihi dua derajat celsius.

"Semua pihak sudah memiliki paradigma yang sama bahwa perubahan iklim bukan mitos tapi realitas. Dan sekarang yang perlu dilakukan adalah aksi nyata untuk masa depan bumi melalui kesepakatan bersama untuk menurunkan emisi," kata Din di arena Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC/COP) ke-21 di Le Bourget, Paris, Perancis, Kamis.

Menurut Din, rentetan bencana yang terjadi karena perubahan iklim mulai dari gelombang panas yang melanda wilayah India, Mesir dan Pakistan, musim dingin yang panjang dan dampak lain, termasuk El Nino yang melanda Indonesia.

Karena itu, Din menilai bahwa satu hal yang harus disepakati di KTT Iklim Paris adalah pengembangan energi terbarukan sehingga pada 2050 bumi bersih dari emisi fosil atau minyak bumi dan batubara.

"Karena sumbangan emisi dari fosil ini sangat tinggi dan harus digantikan dengan energi terbarukan,"ujar Ketua Pengarah Yayasan Siaga Bumi ini.

Terkait pemakaian energi terbarukan, Din menambahkan bahwa dirinya akan menyampaikan petisi kepada Sekjen PBB tentang penghentian penggunaan fosil pada 2050.

Paradigma ekonomi hijau kata dia harus menjadi kesepahaman bersama sehingga diikuti dengan teknologi yang akan dikembangkan.

Tentang pidato Presiden Joko Widodo dalam "Leaders Event" yang memaparkan komitmen dan langkah mitigasi perubahan iklim, menurut Din perlu ditambahkan dengan mempertegas posisi Indonesia yang memiliki hutan luas yang menjadi paru-paru bumi.

"Kita memiliki hutan luas yang menjadi paru-paru dunia dan pemerintah juga perlu mempertegas apa yang sudah dan yang akan dilakukan untuk mengatasi emisi dari kebakaran hutan dan lahan," katanya.

Sementara, memasuki hari ketiga konferensi, menurut Din masih berjalan datar. Belum ada isu hangat atau sesuatu yang kontroversial tentang langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari meja perundingan.

Meski demikian, lanjutnya beberapa negara mulai menunjukkan komitmen menurunkan emisi antara lain Kanada, Australia dan Tiongkok.

"Mungkin karena tahap negosiasi belum sampai puncak, tapi kita tetap berprasangka baik bahwa akan ada kesepakatan yang dilahirkan,"katanya.

Sementara pemerintah dan delegasi Indonesia masih melanjutkan proses negosiasi untuk perubahan iklim di yang berlangsung di Paris, Perancis sejak 30 November hingga 11 Desember 2015.

"Kesepakatan harus dicapai. Untuk keseimbangan dan keadilan sesuai dengan prioritas dan kemampuan nasional, tidak menghambat pembangunan nasional," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato dalam pertemuan "Leaders Event" di KTT Iklim ke-21 di Paris pada 30 November 2015 mengatakan bahwa Indonesia akan menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.

Presiden juga memaparkan sejumlah strategi untuk menurunkan emisi nasional, salah satunya membentuk Badan Restorasi Ekosistem Gambut, menerapkan moratorium dan revisi izin pemanfaatan lahan gambut. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI