Suara.com - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin membantah adanya perlakuan khusus terhadap kontrak pertambangan yang telah disetujui dengan Pemerintah Indonesia.
"Freeport tidak terburu-buru perpanjang kontrak, dan tidak ada perlakuan khusus. Kami tetap berusaha menaati UU Minerba," kata Maroef ketika dimintai keterangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Komplek Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Secara tegas, ia membantah terhadap tuduhan bahwa Freeport tidak mematuhi UU Minerba, dan terkesan harus disegerakan renegosiasi perpanjangan kontrak.
Ia beralasan bahwa, tujuan segera membahas renegosiasi kontrak karena untuk operasional pertambangan bawah tanah, proses pelaksanaannya membutuhkan waktu 5-10 tahun.
Sehingga dalam jangka waktu tersebut, membuka lahan tambang bawah tanah juga membutuhkan investasi skala besar, maka butuh persiapan waktu lebih awal sebelum kontrak habis.
"Untuk mendapatkan investor tersebut, perlu kepastian sebelum kontrak mendekati batas waktu, karena jenjang investasi dan operasional butuh waktu lama, itu alasannya, tidak ada perlakuan khusus," katanya.
Kontrak Freeport akan berakhir pada 2021, namun sudah akan memperpanjang kontrak hingga 2041, menurut berbagai sumber.
Sementara itu, sebelumnya, Anggota Panitia Kerja Mineral dan Batu Bara Komisi VII DPR Joko Purwanto mengatakan Panja tidak ingin terjebak kisruh politik dugaan permintaan saham PT Freeport yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.
"Panja Minerba Komisi VII DPR memilih fokus menyelesaikan RUU Minerba untuk menyelesaikan kekacauan persoalan tersebut," katanya.
Joko mendukung pembenahan berbagai aset negara yang selama ini dikuasai pihak asing, seperti PT Freeport Indonesia.