Suara.com - Kementerian Perhubungan menindaklanjuti hasil temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tentang kecelakaan peswaat udara Air Asia QZ 8501.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Suprasetyo mengatakan hasil investigasi tersebut disertai pengan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait, sebagai corrective action agar peristiwa serupa tidak terulang.
"Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI telah merumuskan action plan sebagai tindak lanjut atas rekomendasi KNKT tersebut," ujatnya ketika jumpa pers di Kantor Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (3/12/2015).
Suprasetyo menjelaskan tindak lanjut ini dilaksanakan sebagai langkah antisipatif yang diperlukan untuk memastikan tidak terulangnya kejadian serupa baik terhadap Indonesia Air Asia ataupun operator penerbangan lainya.
Pesawat Airasia QZ8501 kecelakaan pada 28 Desember 2014. Kepala Investigasi AirAsia QZ8501 Margono membeberkan faktor pertama penyebab kecelakaan adalah retakan solder pada electronic module di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU).
Pesawat rute Surabaya-Singapura itu dinyatakan lost kontak pada tanggal 28 Desember 2014 dan ditemukan jatuh di Selat Karimata, Kalimantan.
Berikut rekomendasi KNKT dan tindak lanjut Direktorat Jendral Perhubungan Udara:
Rekomendasi untuk Air Asia
Pertama, agar meningkatkan pentingnya standar call outs pada seluruh fase penerbangan .
Kedua, agar melaksanakan pelatihan bagi pilot dalam pengambilan kendali pada berbagai fase krisis.
Tindak lanjut
Pertama, Ditjen Perhubungab Udara, Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) telah membuat tim khusus untuk memastiakn seluruh tindakan perbaikan (safety action) dan rekomendasi KNKT terhadap IAA ditindaklanjuti sesuai dengan CASR dan ketentuan yang berlaku.
Kedua, melakukan inspeksi dan evaluasi khusus terhadap pengoprasian seluruh pesawat Airbus A320 terkait dengan analisa dan tindakan perbaikan terhadap permasalahan teknis yang terjadi pada komponen.
Evaluasi terhadap prosedur dalam manual teknis dan oprasional terkait dengan penanganan repetitive trouble dan penyelesaiannya. Direktorat Jendral Perhubungan Udara Kemenhub juga akan meningkatkan frekuensi pelatihan penerbangan khususnya upset recovery dilakukan setiap 6 bulan, dari semula 12 bulan.