Kapolda Metro Tanggapi Kasus Pemukulan Wartawan Asing

Rabu, 02 Desember 2015 | 15:00 WIB
Kapolda Metro Tanggapi Kasus Pemukulan Wartawan Asing
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian (kiri) bersama Steering Committee Piala Presiden Maruarar Sirait (kanan) saat jumpa pers terkait final Piala Presiden 2015 di Jakarta, Rabu (14/10). Antara Foto/Wahyu Putro
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua jurnalis media asing dikabarkan menjadi korban kekerasan oleh polisi berpakaian sipil saat meliput demontrasi mahasiswa Papua di Bunderan HI, Selasa (1/12/2015) kemarin.

Menanggapi hal tersebut, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan jika petugas yang melakukan pembubaran massa demonstran tidak mengetahui ada wartawan asing yang berada di kerumunan demonstran.

Adapun dua jurnalis asing yang menjadi korban kekerasan, yakni Archicco Guiliano (chicco) dari ABC Australia, dan Stepphanie Vaessen dari Al-Jazeera.

"Nah kemarin kita lihat kerumunan yang ilegal karena tata caranya tidak sesuai dengan UU 98. Di kerumunan tersebut bisa saja ada demonstran, tukang asongan, yang mengaku lawyer, bisa wartawan. Itu termasuk dalam bagian kerumunan. Anggota kita nggak paham mana wartawan mana bukan. Tapi tetap kerumunan. Jadi kalau diperintahkan untuk bubar, ya bubar," kata Tito di Mapolda Metro Jaya, Rabu (2/12/2015).

Menurutnya. polisi berwenang melakukan pembubaran apabila massa demonstran tidak mengindahkan batasan waktu saat unjuk rasa.

‪"Baca untuk semua wartawan semuanya, pasal 218 KUHP di situ disebutkan barang siapa yang berkerumun lalu diperintahkan oleh pejabat yang berwenang 3 kali untuk membubarkan diri tapi tidak membubarkan diri, dapat dikenakan pidana 4 bulan dua minggu," kata dia.

Terkait hal tersebut, dia menyarankan agar para pewarta yang hendak meliput aksi unjuk rasa bisa menjaga jarak. Apalagi, kata dia perlengkapan yang menunjang kegiatan jurnalistik sekarang ini sudah cukup canggih untuk meliput peristiwa.

"Tinggal praktik lapangan wartawan untuk mengcover tetap bisa dengan menjaga jarak. Jarak dari kerumunan itu. Sekarang kan udah ada yang canggih dengan jarak 100 meter. Menzoom wajah dan lain-lain. Ya begitu caranya," katanya.

Meski demikian, Tito mengaku belum mendapatkan informasi soal polisi yang memaksa wartawan asing untuk menghapus rekaman kekerasan yang dilakukan polisi. Namun dia memastikan bakal melakukan penyelidikan mengenai aparat yang menghapus rekaman insiden tersebut.

"Saya belum tahu kalau tentang penghapusan rekamannya. Itu kan kata yang bersangkutan. Nanti akan kami printahkan utk melakukan penyelidikan," katanya.

Kasus kekerasan itu berawal dari aktivitas jurnalistik yang dilakukan keduanya di sela-sela demonstrasi AMP yang berakhir rusuh di Jl. Sudirman, Jakarta. Archicco Guilliano atau Chicco mengabadikan peristiwa kekerasan yang dilakukan polisi kepada pengunjuk rasa AMP. Beberapa polisi yang melihat itu kemudian mendekati Chicco dan memintanya menghapus rekaman di kameranya.

“Beberapa polisi tiba-tiba mendatangi saya, dan meminta saya untuk menghapus rekaman di kamera,” kata Chicco, Selasa siang.

Chicco menolak dan menjelaskan pada polisi bahwa dirinya adalah jurnalis ABC yang bertugas di Istana Merdeka. Polisi yang marah mengabaikan penjelasan itu, dan mulai memukul ke arah Chicco. Beberapa polisi lain menghalang-halangi rekannya.

Peristiwa yang dialami Chicco diabadikan oleh Stephanie melalui kamera selular. Stephanie hadir di lokasi itu yang juga untuk meliput demonstrasi AMP. Polisi yang mengetahui Stephanie sedang mengabadikan kekerasan polisi pada Chicco beralih marah ke Stephanie.

“Sejumlah 5 orang polisi mendatangi saya, dan secara agresif meminta saya untuk menghapus rekaman,” kata Stephanie yang menolak permintaan itu.

Tindakan ini langsung diprotes Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono mengatakan, peristiwa kekerasan yang dialami dua jurnalis dalam demonstrasi itu merupakan bukti bahwa polisi belum sepenuhnya menyadari tugas jurnalis.

“Perlu saya ingatkan, jurnalis adalah mata dan telinga publik, apa yang diliput jurnalis, itu adalah fakta yang akan diberitakan ke publik. Ini pelanggaran!” kata Jono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI