Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) menganggap jika Surat Edaran Kapolri No.SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian bisa mengekang hak kebebasan warga negara untuk menggelar diskusi publik yang menyinggung soal isu-isu pluralisme.
"Kami mensinyalir SE soal ujaran kebencian ini adalah sensor gaya baru. Sekarang aparat punya kecendrungan mensensor isu sensitif seperti pluralisme," kata pengurus SEJUK Andy Budiman dalam diskusi di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Dia mengatakan penyelenggaran diskusi yang kerap dilakukan aktivis pejuang pluralisme adalah untuk membantu pemerintah dalam hal meminimalisir konflik-konflik SARA di masyarakat. Namun, sejak SE tersebut diterbitkan, kepolisian malah membatasi diskusi-diskusi publik yang menyinggung mengenai kebebasan beragama dan toleransi.
"SE ini bisa mengancan kebebasan kelompok pembaruan keagamaan. Tidak akan ada lagi debat kritis soal agama, karena itu bisa dianggap menodai agama," katanya.
Lebih lanjut, Andy meminta kepolisian bisa menjelaskan secara rinci aturan dalam SE Ujaran Kebencian, sehingga tidak mengancam masyarakat sipil yang memperjuangkan soal pluralisme.
"Kita juga nggak tahu tentang definisi ujaran kebencian. Kita perlu diskusi lebih lanjut supaya kita benar-benar paham," katanya.