Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menyatakan pergantian anggota atau yang disebut dengan bantuan kerja operasional fraksi ke Mahkamah Kehormatan Dewan tidak dapat dilakukan secara spontan. Fraksi, katanya, harus mengajukan surat pemberitahuan kepada pimpinan DPR terlebih dahulu.
"Harus ada proper, SK (surat keputusan), surat, dari pimpinan (DPR) dalam masalah pergantian anggota dan saya kira ini bisa dipertanyakan," kata Fadli di DPR, Senin (30/11/2015).
"Jadi tidak ada istilahnya BKO itu, dalam soal Mahkamah. Bayangkan kalau seorang hakim bisa diganti-ganti oleh orang yang belum tentu mengerti," Fadli menambahkan.
Surat pemberitahuan, antara lain bertujuan agar orang-orang yang duduk di Mahkamah Kehormatan benar-benar berhak.
"Karena orang-orang itu belum tentu orang yang berhak hadir di situ, apalagi kalau ada orang yang masih ada kaitan dengan kasus yang ditangani MKD. Ini kan berarti juga ada conflict of interest dan ini yang patut diluruskan," kata Fadli.
Seperti yang terjadi pada anggota Fraksi Demokrat yang diperbantukan ke Mahkamah Kehormatan, Henry Yosodiningrat, yang ternyata kasus Henry sendiri masih ditangani Mahkamah Kehormatan.
Pekan lalu, di tengah penanganan kasus dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto, lima fraksi mengganti anggota di Mahkamah Kehormatan. Totalnya ada delapan anggota yang diganti. Anggota yang paling banyak diganti berasal dari fraksi asal Setya Novanto, Golkar, yaitu sebanyak tiga orang. Fraksi
Jumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan sendiri sebanyak 18 orang.