Uji kompetensi Guru (UKG) yang digelar pada tanggal 9 November 2015, hingga 27 November 2015 oleh Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dianggap mubazir. Salah seorang guru SMA Diponegoro Rawamangun, Darwono yang telah mengikuti uji kompetensi menilai, UKG tidak sesuai dengan kualitas guru sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kata Darwono, UU tersebut menjelaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial. Namun, pada prosesnya masih ada kelemahan.
"Itu kalau kita berpegang, yang empat ini pun tidak ter-cover dalam UKG. Dalam UKG hanya dua aspek pedagogik dan profesional, itu pun yang kognisi. Itu kelemahan UKG yang kita lakukan," ujar Darwono dalam diskusi Penguatan Peran dan Kualitas Guru di Sofyan Hotel Betawi, Menteng, Jakarta, Minggu (29/11/2015).
Darwono menuturkan, pada pelaksanaanya, UKG tidak sesuai proporsi. Darwono menilai, pelaksanaan UKG buang-buang waktu, karena kualitas guru tidak hanya bisa dinilai dari UKG.
"Itu sangat tidak proporsional dengan kompetensi yang semestinya ada. Karena pertama, cakupan aspek yang dinilai terbatas pada aspek profesional dan pedagogik dan tidak diuji mengajarnya, itu mubazir menurut saya," katanya
Tak hanya itu, kelemahan pelaksanaan UKG banyak terkendala, yakni pada faktanya materi UKG tidak sesuai kisi-kisi yang diberikan, penyebaran soal tidak merata.
" Sistem soal mengacak, kisi-kisi yang diberikan tidak sesuai dengan UKG," jelas Darwono.
Selain itu kata Darwono, soal dalam UKG tidak sesuai materi yang diujikan. Lalu kesalahan mengenai redaksional, rentan waktu jadwal, penilaian (skor) dan pengawasan.
"Kesalahan redaksional, contoh judul penyakit tanaman kopi pertanyaannya suka beda, penskoran soal ganda harusnya ada pembobotan sesuai teori evaluasi disitu. Dari segi pengawasan masih ada yang browsing soal," kata Darwono
Ia menambahkan, seharusnya pelaksanaan UKG, pemetaannya harus sesuai. Ia berharap, Kemendikbud, tidak menilai kualitas guru dari hasil UKG.
"UKG jangan dijadikan judge tidak valid. Kemendikbud juga, jangan menjadikan hasil UKG jadi landasan kebijakan," pungkasnya.