"Biasanya sawah-sawah di sana mampu berproduksi dua sampai tiga kali dalam setahun, sekarang jadi kesulitan air dan mengalami kekeringan. Kecuali musim hujan," ungkapnya.
Selain itu, atas penimbunan sumber mata air dan alih fungsi sawah itu sekarang terancam banjir dan tanah longsor, karena posisi penimbunan mata air lebih tinggi yakni sekitar 2 meter dari lokasi pemukiman penduduk dan pesantren.
"Sekarang di pemukiman warga terancam banjir dan longsor," terangnya.
Ketua Nahdatul Ulama Kabupaten Serang, KH Matin Syarkowi dalam kesempatan yang sama menuturkan, di sekeliling sumber mata air terdapat lima pondok pesantren yang juga merasakan kesulitan air.
"Sawah produktif ada sekitar 4 sampai 5 hektar yang ditimbun. Sumber mata air yang besar ada enam dan yang kecil banyak ditimbun oleh pihak perusahaan," kata dia.
Atas kasus itu, lanjutnya, masyarakat dan ulama setempat menolak aktivitas pabrik di sana. Warga juga menuntut Pemerintah daerah setempat untuk mencabut izin lokasi perusahaan PT. Tirta Fresindo Jaya.
"Perusahaan itu telah melanggar hukum karena belum punya izin untuk produksi, baru izin lokasi tetapi sudah melakukan eksplorasi dan pengeboran sumber mata air. Maka kami menuntut aktifitas perusahaan itu dihentikan dan sumber mata air yang ditimbun dikembalikan seperti semula," tegasnya.