GBI Kecam Kekerasan Kepolisian Bubarkan Aksi Buruh

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 25 November 2015 | 13:43 WIB
GBI Kecam Kekerasan Kepolisian Bubarkan Aksi Buruh
Kekerasan polisi saat menangani aksi pemogokan, Rabu (25/11/2015) [GBI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gerakan Buruh Indonesia mengecam tindakan represif kepolisian dalam aksi protes buruh menuntut pencabutan Peraturan Pemerintah no 78 tahun 2015  tentang Pengupahan. Kepolisian melakukan provokasi dan menangkap buruh tanpa alasan yang jelas. GBI menganggap kepolisian melakukan pelanggaran peraturan kepala kepolisian dan Undang-undang tentang Serikat Pekerja serta Menyampaikan Pendapat di muka umum. 

Kejadian bermula ketika buruh dari berbagai federasi berkumpul pukul 07-08 pagi di kawasan industri EJIP, Bekasi. Rombongan buruh mulai melakukan iring-iringan menuju titik kumpul di perempatan PT.KALBE. 

Namun, kelompok ormas menghadang buruh di tengah jalan. Pada 09.41, massa bergerak kembali setelah terjadi kesepakatan dengan kepolisian. Kesepakatan itu menyebutkan buruh bisa melanjutkan perjalanan asal tidak sampai PT.Kalbe. 

Sayangnya, kepolisian ingkar terhadap kesepakatan itu. Kepolisian mulai melakukan tindak kekerasan pada 10.35. Tidak hanya itu, kepolisian melakukan provokasi terhadap gerakan buruh. Kepolisian melalui pengeras suara mengumumkan aksi protes buruh tersebut ilegal. Selain itu, kepolisian melakukan kekerasan untuk memaksa buruh masuk ke pabrik masing-masing. Tidak hanya itu, kepolisian bahkan menuding para buruh hanya dihasut atau diperalat oleh para pengurus serikat pekerja.

Kepolisian juga menangkap lima orang buruh tanpa alasan jelas. Kepolisian segera melancarkan aksi penangkapan setelah mobil komnado datang.  Salah satu anggota yang ditangkap tokoh serikat pekerja setempat, Nurdin Muhidin. Ia juga merupakan anggota DPRD untuk kabupaten Bekasi. 

Gerakan Buruh Indonesia mengecam tindakak kepolisian itu karena mencederai demokrasi. Pertama, Serikat Buruh memiliki hak untuk mengorganisir pemogokan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Buruh juga memiliki hak sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tertuang dalam UU no 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. 

Gerakan Buruh Indonesia juga menilai Kepolisian melakukan pelanggaran Peraturan Kepala Kepolsian Negara Republik Indonesia no 8 tahun 2009. Bab III pasal 10 menyebutkan, “Kepolisian tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian pula menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan,” kata Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi KSPI Roni Febrianto dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Rabu (25/11/2015).

GBI tengah melancarkan aksi mogok nasional hari ke-2 untuk menolak PP 78/2015 tentang Pengupahan. PP Itu dinilai menghambat laju pertumbuhan Upah Minimum. Ini karena  peraturan yang bertentangan dengan Undang-undang Tenaga Kerja itu hanya menyebutkan pertumbuhan Upah Minimum berdasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara, kenaikan harga Komponen Hidup Layak hanya diubah lima tahun sekali. 

Gerakan Buruh Indonesia juga menilai PP Pengupahan memberangus hak buruh untuk merundingkan upah. Ini karena pemerintah menjadi satu-satunya penentu besaran upah minimum. PP Pengupahan sudah menjadi alasan kepala daerah untuk menolak usulan kenaikan UMP dari pemerintah kabupaten/kota dan menurunkannya menjadi hanya 11 persen. Salah satu korban PP Pengupahan adalah usulan UMK Bandung. 

Gerakan Buruh Indonesia terdiri dari gabungan berbagai konfederasi dan federasi serikat pekerja di Indonesia. GBI adalah gabungan dari KSPI, KSBSI, KSPSI pimpinan Andi Gani, KASBI, FSPASI, SBSI 1992, Gaspermindo, GOBSI, GSBI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI