Australia Minta Pemberian Ruang Intelejen Lebih Besar di Asia

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 24 November 2015 | 12:57 WIB
Australia Minta Pemberian Ruang Intelejen Lebih Besar di Asia
Presiden Joko Widodo bersama PM Australia Malcolm Turnbull saat melakukan 'blusukan' di pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (12/11). (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull meminta pemberian ruang intelijen yang lebih besar di Asia Tenggara pada Selasa (24/11/2015) untuk menghentikan serangan teror seperti yang terjadi di Paris, dan memerintahkan pejabat penegak hukum setempat untuk menguji kesiapan mereka untuk mengatasi kekacauan masal.

Dengan mengutip "meningkatnya ancaman teroris", Amerika Serikat mengeluarkan siaga global pada Senin bagi warga Amerika yang berencana untuk bepergian menyusul serangan militan di Prancis dan Mali.

Turnbull meminta pembagian intelijen dengan para pemimpin negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan Singapura yang merupakan negara tujuan populer bagi warga Australia.

"Dari pandangan warga Australia, kami melihat adanya resiko nyata bahwa kelompok teroris di wilayah tersebut kemungkinan terinspirasi oleh serangan-serangan seperti yang telah kita lihat di Ankara, Beirut, Bamako dan Paris, dan kami sadar akan fakta bahwa ratusan warga Australia mengunjungi Asia Tenggara setiap tahunnya, untuk berbisnis, belajar atau liburan," ujarnya.

Australia mengalami serangan terburuk terhadap warga negaranya di pulau turis Indonesia, Bali pada 2002, ketika dua pelaku bom bunuh diri meledakkan bom di klub malam yang menewaskan 202 orang, termasuk diantaranya 88 warga Australia.

Turnbull pada Selasa memerintahkan pejabat penegak hukum Australia untuk menguji kesiapan mereka atas serangan kekacauan masal yang disulut oleh serangan di Paris pada 13 November yang menewaskan 130 orang.

Australia melancarkan serangan udara melawan kelompok bersenjata ISIS sebagai bagian dari koalisi pimpinan Amerika Serikat, yang telah mengarah kepada ancaman serangan balasan.

"Saya telah meminta aparat penegak hukum kami untuk menguji respon mereka terkait serangan kekacauan besar. Kegiatan ini merupakan tambahan bagi reformasi hukum keamanan nasional kami. Hukum tersebut memastikan aparat kami memiliki segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kita semua," ujar Turnbull.

Turnbull mengulangi pernyataannya bahwa tidak ada rencana untuk mengubah taktik militer Australia untuk melawan kelompok bersenjata ISIS, meskipun beberapa politisi meminta untuk mengirimkan pasukan ke Suriah.

Australia terlihat meningkatkan kewaspadaannya atas serangan kelompok radikal setempat sejak tahun lalu.

Pada September, polisi menembak seorang pemuda asal Melbourne setelah dirinya menusuk dua aparat anti terorisme. Pada Desember lalu, dua tawanan terbunuh ketika polisi menyerbu sebuah kafe di pusat kota Sydney untuk mengakhiri pengepungan selama 17 jam atas seorang perampok bersenjata yang juga terbunuh.

Bulan lalu, seorang remaja asal Inggris berusia 15 tahun dihukum seumur hidup karena menghasut sebuah serangan di acara peringatan Perang Dunia Pertama di Australia dari kamarnya di bagian utara Inggris.

Temuan tersebut memicu operasi polisi besar-besaran di Melbourne yang mengarah kepada penangkapan lima orang remaja yang merencanakan serangan yang mirip dengan serangan kelompok bersenjata ISIS, ujar pihak berwenang.

Sekitar 120 warga Australia diyakini bertarung bersama kelompok bersenjata ISIS dan kelompok militan lainnya di Irak dan Suriah, dengan beberapa diantaranya diyakini memegang posisi tinggi di kelompok tersebut. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI