Gerakan Buruh Indonesia (GBI) bakal menggugat para pengurus Asosiasi Pengusahaan Indonesia (APINDO) atas tuduhan mengorganisir percobaan pembunuhan. Gabungan berbagai konfederasi dan federasi buruh itu menuding APINDO mengumpulkan sejumlah pihak untuk melakukan kekerasan terhadap peserta mogok nasional buruh di berbagai tempat; terutama kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, Bekasi.
GBI akan mengajukan gugatan pidana itu menyusul bukti sejumlah pertemuan para pejabat APINDO di berbagai wilayah di Indonesia. “Secara pidana, sudah ditemui beberapa fakta, bukti transkrip dan rekaman pertemuan-pertemuan oleh Apindo hampir di seluruh indonesia yang mengundang unsur kepolisian dan unsur yang tidak ada hubungannya dengan hubungan industrial, antara lain lurah, preman, ormas, pengusaha limbah,” ujar Presidium GBI, Said Iqbal, dalam konferensi pers di LBH Jakarta pada Senin (23 /11/2015).
Salah satu bukti kuat adalah tranksip pertemuan pada 21 November 2015 antara perwakilan APINDO, ormas dan pengusaha limbah. Pengusaha limbah adalah masyarakat yang mendapat izin dari perusahaan untuk menjual limbah-limbah perusahaan dan mengantongi hingga miliaran rupiah dari itu. “Jam 9.43 di kantor (kawasan industri) MM2100. Yang patut diduga itu adalah rncana pembunuhan pada peserta monas karena akan dilakukan kekerasan. Itu pidana,” protesnya.
Presiden KSPI itu menambahkan, gugatan pidana menjadi logis karena pertemuan-pertemuan itu membahas rencana kekerasan terhadap buruh. “Kami menduga ada rencana pembunuhan kaum buruh pada waktu mogok nasional. Pada tanggal 24-27 November, mengapa kami mengatakan itu? Karena di sana didiskusikan kekerasan-kekerasan yang akan dilakukan terhadap buruh-buruh yang akan mogok nasional,” tambah Iqbal.
Ia menambahkan ada tiga orang yang paling bertanggungjawab terhadap pengorganisiran upaya pidana tersebut. “Tergugat pertama adalah Hariyadi Sukamdani (Ketua APINDO), tergugat kedua adalah Suryadi Sasmita (Walik Ketua APINDO), tergugat ketiga adalah Sofyan Wanandi (Penasehat APINDO),” tegas Iqbal.
Dalam kesempatan tersebut, Iqbal dan para pimpinan serikat buruh lainnya dalam Komite Aksi Upah-Gerakan Buruh Indonesia juga menegaskan akan tetap melakukan mogok nasional pada 24-27 November 2015. Aksi menghentikan alat produksi itu akan berlangsung di 22 provinsi dan lebih 200 kabupatenkota. Ini merupakan bentuk protes terhadap pemberlakuan Peraturan Pemerintah no 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh menganggap PP Itu merampas hak berunding tentang upah karena penentuan UMP hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Alhasil, pertumbuhan upah buruh melambat dan buruh semakin dimiskinkan secara struktural.