Merespon pembahasan daftar usulan Program Legislasi Nasional pada akhir November 2015 di DPR RI yang akan mengesahkan Program Legislasi Nasional tambahan jangka menengah dan Program Legislasi Nasional Prioritas 2016, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerukan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap hadirnya payung hukum yang memberikan perlindungan komprehensif bagi korban kekerasan seksual melalui Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Suara.com - Masruchah, Komisioner Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan, mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah ikhtiar dari masyarakat sipil di Indonesia yang difasilitasi oleh Komnas Perempuan beserta mitra yang terlibat dalam penyusunan draft RUU ini. "RUU ini hadir dengan harapan untuk mengatasi segenap persoalan yang terjadi dalam sistem peradilan pidana penanganan kasus kekerasan seksual; ketidaktersediaan layanan pemulihan yang komprehensif bagi korban, keluarga dan komunitasnya; sekaligus untuk menciptakan sistem pencegahan kekerasan seksual oleh Lembaga Negara, Korporasi dan Lembaga Masyarakat," kata Masruchah dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Senin (23/11/2015).
Persoalan kekerasan seksual adalah masalah bersama bangsa ini yang memerlukan penanganan menyeluruh tanpa penundaan. Setiap orang rentan menjadi korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak-anak, baik anak laki-laki terlebih lagi anak perempuan. Pendokumentasian Komnas Perempuan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 1998 – 2010 menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Dari total 400.939 kasus kekerasan yang dilaporkan, sebanyak 93.960 kasus di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.[1] Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2012 menunjukkan bahwa setiap hari sedikitnya 35 perempuan (termasuk anak perempuan) mengalami kekerasan seksual. Berdasarkan rata-rata kasus yang dicatat dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan sampai dengan tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa setiap 2 jam ada 3 perempuan Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual. [2] Data ini tercatat sebagai data kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, di luar data ini disadari bahwa kasus yang dilaporkan akan selalu lebih besar (fenomena puncak gunung es).
Pendokumentasian Forum Pengada Layanan sepanjang tahun 2014 di 9 provinsi menyebutkan bahwa 45 persen korban kekerasan seksual masih berusia di bawah 18 tahun. Sebanyak 85% pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan adalah orang terdekat seperti orang tua, saudara, suami, pacar, tetangga, teman dan guru. Sebanyak 100% perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual sudah dipilih dan atau ditarget oleh para pelakunya. Dan sebanyak 43 persen kekerasan seksual dilakukan dengan ancaman/intimidasi dan kekerasan serta 57% dengan tipu muslihat. Fakta di lapangan dalam penanganan perempuan korban kekerasan seksual ditemukan bahwa banyak kasus kekerasan seksual tidak dipidanakan, aturan pembuktian yang menyulitkan perempuan korban mengakses keadilan, sehingga menyebabkan terjadinya impunitas pelaku, reviktimisasi korban dan berulangnya kekerasan seksual terhadap perempuan. Artinya bahwa hukum dan sistem penanganan yang ada saat ini tidak cukup untuk mencegah kasus kekerasan seksual, menghukum para pelakunya, melindungi hak-hak para korbannya, serta mentransformasi masyarakat dan budaya hukum terkait kekerasan seksual.
Demi mewujudkan masa depan bangsa Indonesia yang terbebas dari berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, maka tugas Negara melalui Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif untuk membangun sistem pencegahan dan penanganan terpadu yang berorientasi pada pemenuhan hak korban kekerasan seksual atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Oleh karena itu, Komnas Perempuan menyerukan kepada:
Dalam upaya mendorong RUU ini agar masuk dalam prolegnas jangka menengah dan prioritas prolegnas 2016, maka Komnas Perempuan merekomendasikan kepada:
1. Dewan Perwakilan Rakyat RI melalui Badan legislasi agar mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual masuk Prolegnas Tambahan Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas 2016.
2. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar memberikan dukungan masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk Prolegnas Tambahan Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas 2016.
3. Dewan Perwakilan Daerah RI agar mendukung segala upaya dalam mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk dalam Prolegnas Tambahan Jangka Menengah dan Prolegnas Prioritas 2016.
4. Masyarakat sipil agar membangun gerakan bersama untuk penguatan terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.