Aktivis Yayasan Petak Danum, Ikhwan, mengajak suara.com memasuki kawasan perkebunan sawit PT Globalindo Agung Lestari (GAL) yang memang menjadi akses satu-satunya jalan darat dari Kota Kapuas ke Mangtangai.
Kami menembus perkebunan ini dengan kendaraan roda empat. Sepanjang 1 jam perjalanan dengan kecepatan sekitar 30 sampai 40 kilometer perjam, pemandangan yang mencolok mata hanya pohon sawit berselimut debu kekuningan.
Kami berdua sempat dihentikan oleh petugas perkebunan PT GAL yang menggunakan mobil ranger putih karena mengambil gambar kawasan perkebunan. Mereka melarang mengambil gambar di semua lokasi perkebunan.
“Di sini juga masuk kawasan eks PLG, lihat saja gambutnya tebal,” kata Ikhwan.
Ikhwan tak salah, sejak kami menyusur memasuki kawasan perkebunan, tampak kanal besar membelah perkebunan.
Kanal selebar sekitar 10 meter dan sedalam 3 meter itu kering. Airnya habis dihisap ribuan sawit yang siap panen. Yang tersisa di kanal, hanya tanah gambut berwarna merah kehitaman.
Bedanya polah dengah PT. KLM, PT. GAL, dari dokumen yang kami peroleh di RSPO.org, perkebunan ini sudah beroperasi sejak 2008 dengan pengusaaan lahan hingga 24 ribu hektar di Kapuas Murung.
GAL disebut-sebut milik perusahaan besar Genting Plantation yang bermarkas di Malaysia. Nama Genting merujuk pada sebuah lokasi perjudian di negeri jiran.
Sekilas memang ada yang tak aneh dengan perkebunan ini. Dalam laman itu GAL juga mengklaim memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) berdasarkan SK Pemda Kapuas No:291/Disbunhut/2012.
Tapi bukan itu yang membuatnya aneh.