Suara.com - Politisi PDI Perjuangan Effendi Simbolon menduga petinggi PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menggunakan keahliannya di bidang intelijen dalam melakukan renegosiasi dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
Anggota Komisi I ini pun berharap, Maroef bisa menerangkan posisinya dalam kasus ini ke Komisi I DPR, sebagai rekanan dari BIN. Maroef sebelumnya adalah Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN).
"Saya berharap Komisi I DPR memanggil Maroef sebagai mantan Wakil Kepala BIN. Apakah dia menggunakan model jaringan BIN dalam hal ini?" ujar Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Effendi Simbolon, dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Menteng, Jakarta, Minggu (22/11/2015).
Hal itu menanggapi adanya rekaman pembicaraan antara Maroef, Ketua DPR Setya Novanto dan seorang pengusaha, mengenai perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
Rekaman ini pun dijadikan alat bukti oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan, karena adanya pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Di tempat yang sama, Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi juga punya pandangan yang sama. Menurutnya, ada konflik kepentingan yang dilakukan Maroef, yang memiliki latar belakangnya di bidang intelijen.
Dia juga meminta supaya Maroef dapat memberikan keterangan terkait beredarnya rekaman ini. Apalagi dikait-kaitkan upaya perekaman ini adalah jebakan untuk Ketua DPR Setya Novanto dalam upaya perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
Dia bahkan menambahkan, seharusnya seseorang yang pernah menjabat jabatan strategis dalam bidang intelijen tidak seharusnya dijadikan pimpinan pada korporasi seperti PT. Freeport Indonesia.
"Apakah ini kebijakan Amerika? Kalau iya, mereka menyalahi etika bisnis dengan mengancam Novanto. Ini harus kita buktikan bahwa Freeport melanggar etika hukum kita," kata Adhie.