Akbar Tandjung Desak Setya Novanto Terbuka soal Pencatutan Nama

Laban Laisila Suara.Com
Minggu, 22 November 2015 | 14:35 WIB
Akbar Tandjung Desak Setya Novanto Terbuka soal Pencatutan Nama
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung (suara.com/Nur Ichsan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan indikasi Ketua DPR Setya Novanto mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk mendapatkan saham PT Freeport dalam rencana perpanjangan kontrak serahkan saja sepenuhnya ke sidang MKD.

"Kita serahkan saja ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Nanti akan digelar sidang dan ini memang merupakan forum resmi berkaitan dengan etik seorang dewan," kata di Kabupaten Kampar, Riau, Minggu (22/11/2015).

Nanti dalam rapat dan sidang di MKD, lanjut Akbar, diharapkan semuanya akan terbuka dan lebih jelas. Untuk Setya Novanto diharapkan juga dapat menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

Sebelumnya Presiden Jokowi juga menyindir perbuatan Setya Novanto yang disebut; "Dulu mama minta pulsa, sekarang papa minta saham".

"Saudara Setya Novanto juga harus bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya berkaitan dengan hal yang disebut-sebut (pencatutan nama presiden dalam kontrak Freeport)," lanjut Akbar.

Menurut Akbar, semua pihak harus menaati peraturan dan birokrasi yang ada termasuk di lembaga kehormatan dewan, proses atas persoalan yang terjadi pada Setya Novanto harus diselesaikan.

Saat ditanya apakah pantas Ketua DPR RI Setya Novanto nantinya mendapatkan sanksi tegas, menurut Akbar hal itu tergantung dari hasil investigasi dan lainnya sesuai dengan kewenangan dan kebijakan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

"Kita semua juga belum tahu pasti apa yang terjadi sebenarnya. Dan Novanto pernah juga mengatakan kalau dirinya tidak pernah membawa-bawa nama presiden dalam kepentingan apapun termasuk pribadi ataupun kelompok," katanya.

Menurut Akbar Tandjung, sidang terbuka MKD bisa saja dilakukan tergantung dari kebijakan, karena sebelum-sebelumnya sidang dilakukan secara tertutup. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI