Gerakan Buruh Indonesia dan Tim Advokasi Kaum Buruh dan Rakyat (TABUR) meminta Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepolisian tidak melakukan tindakan represif terhadap Mogok Nasional Gerakan Buruh Indonesia (GBI). GBI akan melakukan aksi mogok pada 24-27 November 205 untuk menolak PP Pengupahan tahun 2015.
Gerakan Buruh Indonesia melihat, kepolisian mulai melakukan intimidasi bahkan sebelum mogok nasional berlangsung. “Mulai ada intimidasi, long march distop,” kata Presidium GBI, Said Iqbal, dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Rabu, (18/11/2015) November 2015. Buruh melakukan long march dari Bandung-Jakarta sebagai bentuk penolakan PP Pengupahan.
Iqbal menambahkan, intimidasi polisi terjadi ketika rombongan long march dari Bandung memasuki Kabupaten Bekasi. “Hanya Kapolres Kabupaten Bekasi yang melakukan represi terhadap long march,” ujarnya. Ia menyebut, kepolisian melarang peserta dengan ancaman akan terjadi bentrok dengan organisasi masyarakat.
Pengacara publik anggota TABUR, Maruli Radjagukguk menambahkan, kepolisian tidak bisa menghalangi aksi protes gerakan buruh itu. “Siapapun yang menghalangi unjuk rasa adalah tindakan kejahatan,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Ia mendesak, kepolisian seharusnya memfasilitasi aksi yang merupakan protes terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi tersebut. “TNI dan kepolisian, harus di pihak yang netral, kalau tidak bisa berpihak pada rakyat, bukan pada pemodal yang menjadi alat penguasa yang membungkam kawan-kawan buruh,” katanya.
Pengacara LBH Jakarta itu memperingatkan para pengusaha agar tidak melakukan serangan balik terhadap mogok nasional. “Siapapun yang menghalangi unjuk rasa adalah tindakan kejahatan. Misalnya pengusaha melakukan PHK terhadap buruh yang mogok kerja, itu merupakan penghalang-halangan serikat,” imbuhnya. Ia menekankan, sanksi penghalangan serikat pekerja bisa mencapai 5 tahun penjara.
Kepolisian juga tidak semestinya melakukan tindakan represif seperti pada aksi Jumat, 30 Oktober 2015. Dalam aksi itu, kepolisian membubarkan unjuk rasa dengan alasan protes tidak boleh berlangsung hingga malam hari. “Undang-undang no 9 tahun 1998 (tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat) menyebut demonstrasi bisa malam hari. Jam jam 6 itu hanya Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia,” kata Maruli.
TABUR berpendapat, gerakan buruh juga memiliki kekuatan hukum untuk melakukan mogok nasional. Ini karena pemeirntah melakukan pemiskinan struktural melalui PP Pengupahan. Selain itu, PP Pengupahan menutup ruang demokrasi karena membungkam aspirasi buruh. Padahal, Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.