Suara.com - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan kasus Ketua DPR Setya Novanto diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta saham PT. Freeport Indonesia bisa diproses dengan pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam KUHP.
"Kalau gambarannya dari media, kan pernah disampaikan kalau mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden itu bisa merupakan pencemaran nama baik," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/11/2015).
Polisi tidak bisa langsung memproses kasus tersebut, karena menurut Badrodin, masuk delik aduan. Polisi, katanya, harus menerima laporan dari pihak yang merasa dicemarkan atau dirugikan, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden atau nama-nama yang disebutkan dalam rekaman percakapan Setya Novanto.
"Tetapi itu kan delik aduan, jadi harus ada laporan," ujarnya.
Badrodin menekankan polisi tidak bisa langsung bertindak dalam kasus ini, apalagi masih diproses Mahkamah Kehormatan Dewan.
"Kalau kami tangani sekarang nanti akan rancu dengan MKD, kan fakta-faktanya diperlukan dan bukti yang di sana (rekaman yang ada pada MKD)," katanya.
"Saran saya ke MKD diselesaikan dulu prosesnya di sana (sidang etik)," katanya.
Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan pada Senin (16/11/2015).
Dalam salah satu pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak M. Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin pada 8 Juni 2015 di Hotel Ritz-Carlton Jakarta, mereka bicara soal perpanjangan kontrak Freeport yang akan berakhir pada 2021.
Kepada Freeport, Setya Novanto meminta saham 11 persen untuk Presiden dan sembilan persen untuk Wakil Presiden jika ingin kontrak diperpanjang.