Keberhasilan Setya Novanto untuk menduduki kursi pimpinan DPR membuat banyak pihak merasa kaget. Lembaga Swadaya Masyarakat yang getol dalam melawan korupsi, Indonesia Corruption Watch(ICW) adalah salah satu lembaga yang sudah sejak awal meragukan kemampuan Setnov menjaadi Ketua DPR.
"ICW sudah sejak awal meragukan kemampuan Setya Novanto untuk menjadi Ketua DPR," kata Peneliti ICW, Almas Scafrina di Kantor Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia(Formappi) Matraman, Jakarta Timur, Kamis(19/11/2015).
Keragauan ICW tersebut bukan tanpa dasar. Pasalnya Politisi Golkar tersebut kerap akrab dengan berbagai kasus korupsi. Sebut saja, kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, dimana PT Era Giat Prima milik Setnov bersama Djoko Tjandradan Cahyadi Kumala, mendapat mandat menagih utang Bank Bali kepada Bank Dagang Indonesia. Imbalan yang didapat Setnov Cs adalah 500 miliar rupiah yang merugikan negara, namun pengusutannya dihentikan tahun 2003. Selain itu, kasus lain adalah ketika nama Setnov disebutkan oleh Mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhamad Nazaruddin dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kami melihat dia sudah akrab dengan sejumlah kasus, seperti disebutkan oleh Nazaruddin, Bank Bali," jelas Almas.
Meski begitu, hal yang paling disayangkan oleh ICW adalah, Setnov tidak pernah sadar untuk berhenti membuat kasus. Sebelumnya, bersama dengan Fadli Zon pergi ke Amerika Serikat dan bertemu dengan Calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Namun, sekarang langsung membuat masalah lagi dengan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta jatah saham ke PT. Freeport Inndonesia.
"Tapi yang lebih disayangkan Setya Novanto ini tidak pernah belajar kasus sebelumnya, dia tidak taat terhadap kode etik dan sudah melakukan kegiatan di luar kewenangannya. Itu sangat mencoreng nama DPR," tutup Alamas.