Suara.com - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan menyatakan siap jika dipanggil Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Hal itu untuk memberikan keterangan mengenai kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport. Dalam rekaman pembicaraan diduga Setnov dengan pihak Freeport itu nama Luhut disebut.
"Ya siap, sama kalian (wartawan) saja saya berikan keterangan," kata Luhut usai rapat koordinasi dengan Kapolri, TNI tentang penanganan teroris di kantornya, Jakarta, Kamis (19/11/2015).
Namun dia belum tahu kapan akan dipanggil MKD untuk dimintai keterangan. Dia hanya bisa menunggu. "Nanti kami lihat," ujarnya.
Sebelumnya, Luhut mengaku tidak merasa dicemarkan nama baiknya, meski disebut-sebut dalam transkrip rekaman percakapan antara Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto, pengusaha minyak berinisial R dan pimpinan PT. Freeport Indonesia dalam pembicaraan perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia.
Luhut menegaskan tidak pernah terlibat dalam pembicaraan saham Freeport sebagaimana transkrip percakapan yang beredar luas. Ia menegaskan tidak akan negosiasi dengan siapapun terkait perpanjangan kontrak Freeport.
Luhut juga menegaskan tidak pernah ikut pertemuan dengan petinggi Freeport. Percakapan tersebut diduga berlangsung di Hotel Ritz-Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015. Mereka membicarakan perpanjangan kontrak karya Freeport yang bakal berakhir 2021.
Dalam permbicaraan tersebut, politisi berkuasa di DPR tersebut mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Ia mengaku sudah bertemu Presiden untuk mendiskusikan perpanjangan kontrak Freeport. Politisi tersebut yakin masa kontrak Freeport segera disetujui pemerintah untuk diperpanjang. Sebagai imbalan, politisi ini minta saham Freeport untuk Presiden sebesar 11 persen dan untuk Wakil Presiden sembilan persen. Dia sendiri minta bagian 49 persen saham pembangkit listrik Urumuka di Paniai, Papua.