Suara.com - Rohaniawan Benny Susatyo ikut angkat bicara mengenai terungkapnya rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto yang diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meminta saham kepada PT. Freeport Indonesia sebagai imbalan atas andil memperpanjang kontrak karya.
"Pejabat publik harus memegang teguh prinsip dasar etika politik. Itu perintah yang harus dijalankan karena menyangkut moralitas. Pelanggaran etika lebih besar daripada pelanggaran hukum," kata Romo Benny di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2015).
Menurut Romo Benny seharusnya Setya Novanto secara sukarela mundur dari Ketua DPR. Menurut dia tindakan seperti itu mencorengkan kredibilitas Parlemen.
"Kalau dia tidak mau mundur maka parlamen kita tidak akan mempunyai kredibilitas. Ini sebenarnya ambang kehancuran parlemen. Kita menghadapi situasi hancurnya peradaban parlemen. Parlemen antara ada dan tiada, kita menghadapi masalah besar," katanya.
Romo Benny kewenangan yang diberikan rakyat kepada Ketua DPR seharusnya dijaga sebaik mungkin.
"Ketika peradaban Parlemen dalam disorientasi ini maka peradaban kita akan mundur," katanya.
Percakapan Setya Novanto terkuak setelah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan, Senin (16/11/2015). Kasus ini terus bergulir.
Rekaman percakapan akan dibawa Mahkamah Kehormatan Dewan Bareskrim Polri untuk dianalisis keasliannya. Setelah dinyatakan itu asli suara Setya Novanto, mahkamah akan menggelar sidang dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Setya Novanto.
Di sejumlah kesempatan, Setya Novanto membantah keras mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia juga membantah minta saham dalam pertemuan dengan pimpinan Freeport. Ia menyayangkan beredarnya transkrip percakapan yang menurutnya tidak utuh.