Suara.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan tidak merasa dicemarkan nama baiknya, meski disebut-sebut dalam transkrip rekaman percakapan antara Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto, pengusaha minyak berinisial R, dan pimpinan PT. Freeport Indonesia dalam pembicaraan perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia.
"Gak ada, saya tidak merasa tercemar," kata Luhut dalam konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2015).
Luhut menegaskan tidak pernah terlibat dalam pembicaraan saham Freeport sebagaimana transkrip percakapan yang beredar luas. Ia menegaskan tidak akan negosiasi dengan siapapun terkait perpanjangan kontrak Freeport.
"Saya sudah janji dengan istri saya bahwa selama saya jadi menko saya tidak akan pernah melacurkan jabatan saya," katanya.
Luhut juga menegaskan tidak pernah ikut pertemuan dengan petinggi PT. Freeport Indonesia.
Percakapan tersebut diduga berlangsung di Hotel Ritz-Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015. Mereka membicarakan perpanjangan kontrak karya Freeport yang bakal berakhir 2021.
Dalam permbicaraan tersebut, politisi berkuasa di DPR tersebut mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Ia mengaku sudah bertemu Presiden untuk mendiskusikan perpanjangan kontrak Freeport. Politisi tersebut yakin masa kontrak Freeport segera disetujui pemerintah untuk diperpanjang. Sebagai imbalan, politisi ini minta saham Freeport untuk Presiden sebesar 11 persen dan untuk Wakil Presiden sembilan persen. Dia sendiri minta bagian 49 persen saham pembangkit listrik Urumuka di Paniai, Papua.
"Pak Luhut dikerjain kan begitu kan...Nah sekarang kita tahu kondisinya...Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke Presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah," kata politisi DPR tersebut kepada pimpinan Freeport. "Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya."