JK: Kolombia Ingin Belajar dari Indonesia Selesaikan Konflik Aceh

Ruben Setiawan Suara.Com
Kamis, 19 November 2015 | 09:52 WIB
JK: Kolombia Ingin Belajar dari Indonesia Selesaikan Konflik Aceh
JK Bicara di KTT Apec
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia diminta turut serta dalam mendamaikan konflik di Kolombia, setelah melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Kolombia Juan Manuel Santos di sela-sela pertemuan KTT APEC di Manila, Filipina.

"Mereka (pemerintah Kolombia) ingin belajar dari Indonesia bagaimana penyelesaian Aceh," kata Jusuf Kalla sebagaimana dikutip Antara dari laman resmi Sekretariat Wakil Presiden, Kamis.

Wapres mengungkapkan, sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Pinasti dan tim pimpinan Hamid Awaluddin (mantan Menteri Hukum dan HAM dan peserta aktif dalam merintis perdamaian di Aceh) telah melakukan kunjungan ke Kolombia.

Sejumlah pejabat itu, ujar Kalla, berkunjung ke negeri Amerika Latin itu untuk memberikan suatu pengalaman dan diskusi terkait perdamaian di Aceh. "Bulan depan tim dari Kolombia ke Indonesia untuk mempelajarinya," kata Wapres.

Jusuf Kalla memaparkan, konflik yang terjadi di Kolombia telah berlangsung lama dan berkepanjangan, bahkan dapat dikatakan lebih lama daripada dengan konflik yang pernah terjadi di Aceh.

Menanggapi permohonan dari Presiden Kolombia, Wapres menyatakan kesanggupannya untuk menanganinya, dimulai dari proses perdamaian sampai pemeliharaannya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Syiah Kuala Aceh dalam bidang perdamaian dan kemanusiaan.

Peran Jusuf Kalla dalam mengatasi dampak tsunami, yang melanda Aceh pada 2004, serta perundingan perdamaian melalui Perjanjian Helsinki pada 2006, menjadi dasar bagi Senat Unsyiah untuk memberikan gelar kehormatan kepada Wapres. "Sebagai Wakil Presiden, Pak Jusuf Kalla merupakan salah satu sosok yang ikut memprakarsai lahirnya MoU Helsinki. Komitmen teguh beliau untuk terciptanya kedamaian di negeri Serambi Mekkah ini terlihat melalui dukungan moral dan spiritual," kata Rektor Unsyiah Samsul Rizal di Aceh, Sabtu (14/11).

Sejak berdirinya Unsyiah, 54 tahun yang lalu, pihak Universitas telah memberikan tiga gelar doktor honoris causa. Gelar pertama adalah kepada mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad dan yang kedua untuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saat menerima penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan perdamaian di Aceh membawa makna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Tanah Rencong itu.

"Makna perdamaian terefleksikan dalam data statistik kemiskinan. Sebelum konflik memuncak, Aceh adalah provinsi yang tingkat kemiskinannya terendah ke-4 di Indonesia. Kini kemajuan telah banyak tercapai setelah proses perdamaian terwujud," kata Wapres.

Pada 1990, tingkat kemiskinan di Aceh mencapai 11,5 persen yang jauh berada di bawah tingkat kemiskinan nasional saat itu, yaitu 19,6 persen.

Tiga tahun menjelang penandatanganan perdamaian Perjanjian Helsinki, yaitu pada 2002, tingkat kemiskinan di Aceh meningkat tiga kali lipat menjadi 29,8 persen dan termasuk salah satu provinsi dengan tingkat kemiskinan paling tinggi selain Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.

Pada September 2014, tingkat kemiskinan di Aceh menurut statistik berangsur turun menjadi 17 persen. Begitu pula dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dari 69,1 di 2005 menjadi 73,1 di 2013. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI