Suara.com - Akhirnya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Politisi ini dilaporkan karena diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika meminta saham kepada PT. Freeport Indonesia sebagai imbalan atas andil memperpanjang kontrak karya.
Setya Novanto menegaskan tidak pernah menjalin pertemuan dengan pimpinan Freeport Indonesia maupun pengusaha lainnya. Kalaupun ada pertemuan dengan pihak lain, kata Setya Novanto, tujuannya untuk diplomasi. Dia juga membantah keras mencatut nama Presiden Joko Widodo.
Namun, sejak kasus masuk Mahkamah Kehormatan Dewan, isunya terus bergulir.
Di Istana, Presiden Joko Widodo kabarnya marah besar karena namanya disebut-sebut. Tapi, Presiden kemudian menyerahkan penanganan kasus ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Presiden percaya mahkamah dapat menanganinya. Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mendukung kasus tersebut dilaporkan ke MKD.
Bagaimana perkembangan penanganan kasus, Suara.com mewawancarai Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Junimart Girsang, Rabu (18/11/2015).
Bagaimana perkembangan kasus Setya Novanto, apakah ada temuan baru, atau rekaman sudah diterima?
Sampai tadi saya cek ke sekretariat MKD rekaman asli belum kami terima. Karena kami tidak bisa bekerja tanpa rekaman itu. Kami tidak bisa meng-crosscheck hasil dari bukti percakapan yang Pak Sudirman Said tulis untuk singkronisasi.
Yang kedua tentu dengan lambatnya rekaman yang kami terima akan memperlemah juga penuntasan kasus ini bisa tidaknya dinaikkan ke tahap berikutnya.
Nah kita berharap ya Pak Sudirman Said bisa sesegera mungkin memberikan rekaman kaset original tersebut, walaupun beliau pada tanggal 16 November itu langsung berangkat keluar negeri, tetapi beliau di hadapan kami sudah meminta sekjen dan biro hukum berkoordinasi menyerahkan kepada MKD. Cuma mungkin mereka masih sibuk sampai hari ini jam sekarang belum kita terima.
Kapan rekaman dijanjikan akan diberikan ke MKD?
Sesegera mungkin. Tetapi kan kita punya batas waktu 14 hari setelah penerimaan laporan. Kalau 14 dilaporkan berarti batas waktunya sampai tanggal 30.
Bukankah sudah ada transkrip percakapan dari Menteri ESDM, kenapa masih perlu menunggu rekaman?
Tentu. Karena itu kan transkrip. Transkrip itu kan ada sumbernya. Kita minta sumbernya. Kenapa? Untuk singkronisasi. Kedua, kalau kita terima sumbernya tentu kita akan menggali, apakah transkrip ini persis sama atau tidak dengan sumbernya? Yang kita tunggu sekarang di MKD adalah sumber. Kalau tidak ada, ya kita berhenti. Kita nggak bisa jalan.
Setelah rekaman diterima MKD, siapa yang pertamakali akan diperiksa?
Teradu. Langsung teradu (Setya Novanto). Karena dalam tata beracara (di MKD) begitu. Kita tidak bisa lompat.
Selama proses ini berjalan di MKD, adakah tekanan dari pihak luar?
Kalau kepada saya, tidak ada tekanan. Dan saya berharap juga teman-teman tetap enjoy di dalam melaksanakan tugas di MKD.
Apakah ada saran dari Istana atau Presiden Jokowi untuk penanganan kasus ini?
Tidak ada saran. Karena ini kan tidak bisa diintervensi. Cuma, yang perlu kita evaluasi dalam tata beracara ini, dan di dalam UU MD3, di dalam kita bersurat ke luar, tidak perlu melalui pimpinan. Di dalam kita memeriksa pimpinan, atau memeriksa sekjen, tidak perlu izin pimpinan. Supaya tidak ada conflict of interest seperti kemarin, kita mau periksa sekjen, sekjen mengatakan dari hasil rapat konsultasi harus izin pimpinan, ini kan jadi berhenti kita. Kita nggak bisa panggil sekjen.
Berkaca dari penanganan kasus pertemuan pimpinan DPR ke pengusaha asal Amerika Serikat, Donald Trump, MKD seberapa optimistis bisa menangani kasus ini?
Saya haqul yakin kalau bukti itu ada. Kalau bukti rekaman ada, kita tinggal panggil ahli IT untuk memvalidasi originalitas dari suara-suara itu. Kan selesai. Karena kan sudah ada juga pengakuan dari beliau, ada pertemuan tiga kali, terakhir 8 Juni.
Kalau nanti terbukti ada pelanggaran etika, apa sanksi untuk Setya Novanto?
Ada ringan, ada sedang, dan berat. Kalau ringan teguran, kalau sedang itu pencopotan dari jabatan. Kalau berat itu pemberhentian, minimal tiga bulan dan atau pemberhentian tetap.
Buntut kasus yang ditangani MKD, belakangan muncul wacana penggulingan Setya Novanto atau kocok ulang ketua DPR, MKD melihatnya seperti apa?
Kami tidak mencapai ranah sana. Kami hanya menjalankan fungsi penegakan kode etik di DPR. Kalau pun ada arah ke sana, itu bukan ranah MKD. Pokoknya kami memeriksa begini, putusannya begini, selesai. Tapi kita lihat nanti.