Setya Novanto Sedang Digulingkan, Fadli Zon: Itu Tidak Relevan

Rabu, 18 November 2015 | 12:26 WIB
Setya Novanto Sedang Digulingkan, Fadli Zon: Itu Tidak Relevan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon memakai jam tangan Hublot Spirit of Big Bang King Gold Ceramic [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Muncul wacana Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR dari Fraksi Golkar Setya Novanto yang diduga menjanjikan perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai bagian dari upaya untuk menggulingkan Setya Novanto.

"Itu kan biasa. Tapi, menurut saya itu nggak relevanlah," kata Fadli di DPR, Rabu (18/11/2015).

Fadli menyerahkan penanganan kasus dugaan pelanggaran etika tersebut kepada Mahkamah Kehormatan dewan. Fadli Zon meyakini MKD dapat bekerja secara profesional.

"Proses itu biarkan saja secara prosedural," kata dia.

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang, Selasa (17/11/2015), mengatakan kalau terbukti melanggar etika, Setya Novanto bisa saja dicopot dari jabatan Ketua DPR.

Kasus ini mengemuka setelah Senin (16/11/2015) lalu, Sudirman melapor ke MKD. Usai melapor ke MKD, Sudirman mengatakan politisi DPR tersebut telah beberapa kali memanggil dan bertemu pimpinan Freeport. Pertemuan ketiga pada 8 Juni 2015 berlangsung di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

Dalam pertemuan itu, politisi tersebut menjanjikan dapat memperpanjang kontrak Freeport yang akan berakhir pada 2021 dengan lancar. Sebagai imbalan, politisi tersebut minta 20 persen saham, yang akan dibagikan kepada Presiden Joko Widodo sebesar 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebesar sembilan persen.

Untuk dirinya sendiri, politisi berkuasa di Senayan tersebut minta 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.

Sudirman juga mengatakan ada berdasarkan informasi petinggi Freeport, ada seorang pengusaha Indonesia yang selalu hadir dalam setiap pertemuan.

Kasus ini telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mereka marah mendengarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI