Suara.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Maskuruddin mengungkapkan empat modus pelanggaran dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye.
"Itu merupakan hasil audit LPSDK dari 27 calon di sembilan kabupaten atau kota," ujar Maskur di Media Centre Bawaslu, Jalan M. H. Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (17/11/2015).
Modus pertama, sumbangan perseorangan yang melebihi batas yang sudah ditentukan undang-undang dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Menurut aturan main batas maksimal sumbangan perseorangan kepada pasangan calon kepala daerah Rp50 juta.
"Akan tetapi, masih ada sumbangan perseorangan untuk calon kepala daerah Kabupaten Seluma (Bengkulu) Mufran Imron sebesar Rp75 juta. Hal tersebut dinilai lebih Rp25 juta," kata Maskuruddin
Modus kedua, pecah sumbangan dari dua atau lebih perusahaan yang berpayung di bawah satu grup perusahaan. Seperti kasus calon Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi yang menerima sumbangan sebesar Rp2 miliar dari perusahaan.
Modus ketiga, menyebutkan identitas fiktif untuk alamat perusahaan penyumbang.
Hal tersebut, kata Maskuruddin, terjadi pada perusahaan penyumbang calon Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Setelah dilakukan verifikasi lokasi, alamat dua perusahaan penyumbang terbesarnya yakni PT. Barokah Gemilang Perkasa dan PT. Bersaudara Perkasa, lokasinya tidak dapat ditemukan di alamat yang tertera dalam LPSDK.
Modus keempat terjadi di Tangerang Selatan yakni sumbangan perseorangan kepada calon kepala daerah Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang indentitasnya tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Ketika nomor yang disebutkan penyumbang dihubungi, ternyata salah.
"Temuan JPPR ini merupakan indikasi awal bagi Bawaslu dan jajaran untuk mengantisipasi dan memeriksa sumbangan dana kampanye," katanya. (Muhamad Ridwan)