Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengungkapkan ada politisi DPR yang bertindak sebagai makelar perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia di Papua.
Politisi DPR tersebut disebut-sebut bisa menjamin perpanjangan kontrak Freeport asalkan dia mendapat kompensasi saham dari perusahaan asal Amerika Serikat itu. Tak hanya itu, politisi DPR ini juga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di mana dia meminta Freeport juga memberi kompensasi saham untuk kedua Kepala Negara.
Isu ini sekarang menjadi pembahasan liar di panggung wacana publik dan menimbulkan berbagai spekulasi, mengingat Sudirman Said tidak mau menyebut nama siapa politisi Senayan secara gamblang.
Siang tadi, Sudirman Said melaporkan kasus ini kepada Mahkamah Kehormatan DPR, tapi mahkamah juga tidak mau menjelaskan nama-nama yang diserahkan Sudirman Said. Kepada MKD, Sudirman juga menyerahkan transkripan bercakapan antara politisi itu dengan pihak Freeport.
Di tengah tanda tanya, beredar transkrip yang diduga kuat merupakan pembicaraan antara politisi DPR dan pengusaha terkait Freeport. Berikut isi percakapan yang beredar luas di kalangan pers.
Sn: Waktu Pak Luhut di Solo.... Pak Luhut lagi disibukkan habis Jumat itu. Kalau bisa tuntas, minggu depan sudah bisa diharapkan. Itu yang sekarang sudah kerja.
Ms: Coba ditinjau lagi fibilities-nya Pak. Kalau nggak salah Freeport itu adalah off-taker
R: Saran saya jangan off-taker dulu. Kalau off-taker itu akan ....
Ms: Keterkaitan off taker itu darimana Pak?
R: .... (suara tidak jelas)
Ms: Bapak juga nanti baru bisa bangun setelah kita kasih purchasing guaranty lho Pak. Nah purcashing guaranty...nya dari kita lho Pak.
R: PLTA-nya
Ms: Artinya patungan?
Ms. Artinya investasi patungan? 49-51 persen. Investasi patungan, off taker kita juga? double dong pak, modalnya dari kita, off taker nya dari kita juga.
R: Kalau off taker itu ...
R: OK deh Freeport nggak usah ikut
Ms: Ini yang pak R pernah sampaikan ke Dharmawangsa dulu itu?
R: .... (suara kurang jelas)
Ms: Oh, kalau komitmen, Freeport selalu komitmen. Terus untuk smelter, Desember nanti kita akan taruh 700 ribu dollar. Tanpa kepastian lho Pak. Karena kalau kita nggak tahu, kita nggak komit. Sorry 700 juta dollar.
Sn: Presiden Jokowi itu dia sudah setuju di sana di Gresik tapi pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat itu terjadi sama Darmo... Presiden itu ada yang mohon maaf ya ada yang dipikirkan ke depan, ada tiga ..... (kurang jelas)
Tapi kalau itu pengalaman-pengalaman kita, pengalaman pengalaman presiden itu, rata-rata 99 persen gol semua. Ada keputusan-keputusan penting lain yang digarap itu, selain belok.
MS: Delobies..... Repot kalau meleset komitmen.... 30 persen. 9,36 yang pegang BUMN.
Sn: Kalau nggak salah, Pak Luhut waktu itu bicara dengan Jimbob. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomong.
R: Gua udah ngomong dengan Pak Luhut. Ambillah sebelas, kasihlah Pak JK sembilan, harus adil, kalau nggak, ribut.
Sn: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, 4 tahun yang lampau itu, dari 30 persen itu 10 persen dibayar pakai deviden. Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstalasi. Ini begitu masalah cawe-cawe itu presiden ngga suka, Pak Luhut dikerjain kan begitu kan...Nah sekarang kita tahu kondisinya...Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke Presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah.
Saya ketemu presiden cocok. Artinya dilindungi keberhasilan semua, ya. Tapi belum tentu kita dikuasai menteri-menteri pak yang begini-begini.
R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut happy. Kumpul-kumpul/kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif
Ms: Tapi saya yakin Pak Freeport pasti jalan.
Sn: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya.
Ms: Terima kasih waktunya pak
R: Jadi follow up gimana? Nanti saya bicara Pak Luhut jadi kapan. Terus Oke lalu kita ketemu. Iya kan?
Sn: Kalau mau cari Pak Luhut harus cepet, kasih tanggung jawab enggak. Gimana sukses, kita cari akal.
Di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua DPR Setya Novanto mengatakan pimpinan DPR perlu membahas pelaporan kasus anggota DPR mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dalam proses perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
"Ya kalau dari internal kita, kita harus membicarakan yang membuat suatu kegaduhan. Itu harus kita bicarakan," kata Setya dikutip dari Antara.
Menurut Setya para pimpinan DPR akan bekerja bersama membahas laporan dugaan itu demi kepentingan masyarakat dan negara.
Ketua DPR RI mengatakan MKD bekerja dengan baik dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan kepada anggota DPR RI.
"MKD ini adalah merupakan wadah yang dipercaya dan ini merupakan suatu barometer kita untuk bisa menyelesaikan kalau ada hal apa kepada anggota DPR supaya kewibawaan daripada anggota DPR itu supaya baik," kata Setya.
Usai berbicara dengan Setya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Setya tidak menjual nama Presiden dan Wakil Presiden dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
"Novanto menyampaikan bahwa dia tidak menyampaikan menjual namalah," kata Jusuf Kalla ditemui di kantor Wapres.
Menurut Jusuf Kalla, jika Setya memang melakukan pertemuan dengan petinggi PT. Freeport, maka hal itu tidak ada kaitannya dengan jabatan sebagai Ketua DPR RI.
"Pasti bertemu bukan sebagai Ketua DPR karena tidak ada urusannya itu," kata Wapres terkait isu pertemuan anggota DPR dengan petinggi PT. Freeport, dikutip dari Antara.
Setya yang juga pernah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar tiba di kantor Wapres pada sekitar pukul 14.50 WIB dan melaksanakan pertemuan dengan hingga pukul 15.30 WIB.
Dia melakukan klarifikasi kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait tudingan dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres RI dalam perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.
"Ya saya harus menyampaikan karena saya tidak pernah menggunakan masalah-masalah ini untuk kepentingan yang lebih jauh. Jadi saya tidak pernah membawa nama-nama Presiden atau Wapres," kata Setya.
Sebelumnya, Sudirman Said mengatakan di beberapa media elektronik dan televisi nasional bahwa pada beberapa bulan lalu pihak Freeport dihubungi oleh beberapa tokoh politik dan anggota DPR yang sangat punya pengaruh, dan menjual nama Presiden dan Wapres yang seolah-olah meminta saham kosong.
"Saya bersyukur proses itu tidak terjadi, sehingga Indonesia tidak dipermalukan dan akhirnya proses ini melalui jalur yang normal, di mana sektor mengambil keputusan dan Presiden memutuskan sendiri tanpa harus melalui deal semacam itu," kata Sudirman.