Tolak Pelanggan Muslim, Pemilik Salon Ditahan Polisi

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 16 November 2015 | 15:19 WIB
Tolak Pelanggan Muslim, Pemilik Salon Ditahan Polisi
Ilustrasi ujaran kebencian di media sosial (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepolisian Thames Valley, Inggris menahan seorang perempuan pemilik salon berusia 43 tahun setelah dia menyatakan tidak akan menerima pelanggan beragama Islam di salon miliknya, yang terletak di Oxfordshire.

Perempuan yang lingkungan setempat dikenal dengan nama April Major, pemilik salon Blinks of Bicester itu ditahan polisi setelah dilaporkan menulis dan menyebarkan ujaran kebencian di media sosial Facebook, demikian dilaporkan media-media Inggris, Minggu (15/11/2015).

Tulisan itu diunggah Major setelah terjadinya serangan teroris di Paris, Prancis yang menelan korban jiwa hingga 129 orang. Serangan itu dilancarkan oleh kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Blinks of Bicester tak akan lagi menerima pesanan dari siapa pun yang beragama Islam, terlepas Anda memiliki pasport Inggris atau tidak," tulis Major dalam akun Facebook Blinks of Bicester.

"Maaf, tetapi saya harus mengutamakan negara saya," imbuh dia.

Kini postingan-postingan itu sudah dihapus.

Polisi Thames Valley mengatakan bahwa perempuan itu ditahan karena ia melanggar undang-undang ketertiban publik pasal 19 yang mengatur tentang ujaran kebencian, khususnya yang berisi ancaman, penghinaan rasial, dan bentuk-bentuk komunikasi yang bertujuan jahat.

"Kami telah menangkap seorang perempuan berusia 43 tahun di Bicester hari ini, setelah beberapa laporan dari masyarakat tentang adanya postingan bernada rasialis di media sosial," kata seorang juru bicara kepolisian Thames Valley.

"Kami menanggapi semua keluhan dengan serius dan akan terus kami investigasi," jelas kepolisian Inggris.

Selain undang-undang tentang ujaran kebencian, Inggris juga memiliki undang-undang tentang kesetaraan dari tahun 2010 yang mengatur bahwa segala bentuk bisnis di negeri itu dilarang untuk menolak pelanggan atas dasar agama atau kepercayaan. (Evening Standard/Mirror)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI