Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menolak keras usul Presiden RI kedua Soeharto diberi gelar pahlawan nasional.
Kepala Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia menilai, jika Soeharto memiliki catatan buruk terkat pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dia mencontohkan kasus pelanggaran HAM yang melibatkan Soeharto saat kerusuhan Mei 1998.
"Yang menurut kita menjadi salah satu orang yang bertanggungjawab terkait dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, seperti kasus Mei dan sebagainya," kata Putri di kantor Kontras, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2015).
Dari sejumlah kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Dia juga menilai pengusulan kembali agar Soeharto mendapatkan gelar pahlawan nasional oleh sejumlah politikus sangat tidak masuk akal.
"Nah saya pikir dengan adanya wacana, politikus juga menyebutkan bahwa ada wacana untuk kembali memasukan nama Soeharto menjadi salah satu pahlawan nasional, saya pikir itu tidak relevan," katanya.
KontraS, kata Putri juga pernah melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi mengenai usul Soeharto mendapatkan gelar pahlawan.
"Jadi beberapa tahun lalu KontraS pernah melakukan gugatan uji materi kepada negara terkait dengan usulan untuk memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto," kata Putri.
Lebih lanjut, dia berharap pemberian gelar pahlawan tersebut harus lebih cermat dan tidak memilih orang-orang yang terlibat pelanggaran HAM berat.
"Jangan menyamakan orang pernah melakukan tindakan pelanggaran HAM di masa lalu dengan orang-orang yang punya kontribusi banyak untuk Indonesia baik di masa lalu, sekarang dan masa depan. Jadi saya pikir harus hati-hati juga untuk menyebutkan satu nama tertentu untuk dimasukan sebagai pahlawan nasional," katanya.