"Di sana nggak ada mobil pemadam kebakaran. Kita bingung juga, terpaksa prajurit pakai ember dan peralatan seadanya untuk memadamkan api," jelasnya.
Korem 174 ATW juga mengerahkan lima truk tanki air untuk dipakai memadamkan api, namun untuk lokasi-lokasi yang jauh dan tidak memiliki akses jalan raya, para prajurit terpaksa berjalan kaki berkilo-kilo meter sambil membawa ember dan jerigen untuk memadamkan api.
"Kalau ada sumber airnya tidak masalah, tapi kalau air juga tidak ada lalu kita padamkan api dengan cara apa. Seperti di SP5 Merauke, saya terpaksa suruh alat berat buka jalan supaya mobil tanki bisa masuk," tuturnya.
Di sisi lain, katanya, Pemkab Merauke dan Mappi hingga kini belum memiliki sebuah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang mengkoordinasi penanganan bencana yang terjadi di daerah itu. Danrem mengatakan kini di wilayah Merauke dan Mappi sudah nyaris tidak ada lagi titik api.
Lokasi yang paling parah mengalami kebakaran seperti di Kimaam, Bade, Pure, Jakebop, Tanah Miring, Wasur dan Mappi. Kondisi hutan savana yang penuh ilalang dan semak belukar di daerah-daerah tersebut kian memicu terjadi kebakaran, apalagi ditambah dengan musim kemarau yang berkepanjangan.
Sebagian besar pasukan yang terlibat dalam satuan tugas pemadaman kebakaran lahan di Merauke dan Mappi, katanya, sudah ditarik ke Korem 174 ATW Merauke.
"Tinggal satu SSK yang ada di lapangan yaitu di Mappi tapi sekarang sedang bergerak menuju Merauke dengan kapal," jelas Brigjen Supartodi. (Antara)