Suara.com - Aktivis Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia, Rio Ayudhia Putra, menolak revisi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 228 tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kalau dari KPRI menolak tawaran revisi oleh Ahok. Kenapa kami menolak? Revisi yang dilakukan pasti pertama tetap membatasi ruang demokrasi sendiri. Bahasanya hanya diperhalus saja oleh Ahok (Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama)" kata Rio usai demonstrasi di depan gedung Kementerian Dalam Negeri, Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2015).
Menurut Rio, Ahok hanya merevisi soal tempat dan bentuk unjuk rasa, tapi konvoi massa tetap dilarang.
"Dia hanya revisi soal lokasi dan bentuk aksinya. Kalau di pergub konvoi dilarang, padahal itu bentuk unjuk rasa. Lalu dihapus dan diperbolehkan konvoi. Intinya menolak tawaran revisi," ujarnya.
Rio dan para pekerja rencananya akan mengajukan gugatan.
"Kami fokus menghapus pergub tersebut. Kami akan melakukan langkah politik. Kalau sudah ke gubernur dan Kemendagri, kita akan melakukan gugatan ke MA," katanya.
Menurut Rio, Ahok tidak perlu Ahok menerbitkan Pergub 228 Tahun 2015 karena tidak dibutuhkan.
"Sebenarnya pergub ini tidak diperlukan karena sudah diatur. Alasan Ahok, supaya demo tertib. Tapi demo di tiga tempat, namun itu belum difasilitasi. Seperti Parkir Timur Senayan, tempat orang konser dan anak-anak muda pada nongkorong," ujarnya.
Menurut Rio penerbitan pergub hanya untuk mencari kambing hitam atas masalah yang tidak bisa diselesaikan Ahok.
"Sialnya lagi, Ahok mengatakan macet di Jakarta karena demo. Padahal Jakarta selalu macet. Ahok ingin mengkambinghitamkan pendemo karena tidak mampu untuk menangani kemacetan di Jakarta," katanya. (Nur Habibie)